SUDAH
tak terhitung nyawa melayang karena kecelakaan lalu lintas akibat
mengonsumsi Miras, termasuk di Manado. Terbaru, dua gadis remaja
meninggal dunia setelah tercebur ke laut akibat mabuk saat berkendaraan.
Meski demikian, kebiasaan mengonsumsi tak juga berkurang.
Apalagi di sebagian kalangan tertanam keyakinan, dengan Miras perkawanan menjadi lebih mudah. Karenanya tak mudah mengubah kebiasaan menenggak Miras. Ibarat memakan buah simalakama kata George Purnama, pengamat sosial di Minahasa, belum lama ini.
Akibatnya, pemberantasan Miras tak bisa tuntas. Pasalnya kata George, banyak keluarga yang menggantungkan hidupnya dengan berjualan Miras. Bahkan, khusus Miras tradisional seperti Cap Tikus, telah bergenerasu menjadi sumber periuk dapur tetap berasap.
Sehingga meski berdampak negatif, tidak serta merta produksinya bisa dihentikan. "Saya punya kenalan seorang bapak di Langowan. Selama lebih 40 tahun menggantungkan hidupnya dari usaha Cap Tikus," tuturnya. Nah, jika pemerintah atau aparat penegak hukum langsung menutup usaha mereka. "Maka tindakan itu seperti mematikan mata pencaharian masyarakat," sebutnya.
Namun bukan berarti tak ada jalan tengah. Kata George yang juga akademisi, perlu mengarahkan produksi Cap Tikus menjadi komoditas bernilai tambah semisal mengolahnya menjadi gula aren, atau memproduksi khusus alkohol murni bagi kepentingan industri medis.
Terpisah, Ketua Presidium Badan Koordinasi Antar Umat Beragama Minahasa, Pendeta Dr Arnold F Parengkuan menilai, Miras merupakan masalah klasik. Menurutnya, selain membatasi peredaran miras di masyarakat, juga perlu ada tindakan penyadaran tokoh agama dan pemuka masyarakat kepada jemaat atau warganya.
Menurutnya, tindakan penyadaran itu perlu dan harus terus dilakukan. Katanya, masyarakat harus paham mengonsumsi Miras secara berlebihan berujung kerugian bagi diri sendiri. "Seperti yang dikatakan Rasul Paulus, mengonsumsi Miras dalam takaran benar baik untuk kesehatan. Namun kenyatataannya, warga mengonsumsi Miras berlebihan sehingga merugi, bahkan mengarah maut," jelasnya.
Dia mengaku risau. Karena dia takut dampak negatif Miras berpotensi menghilangkan generasi muda di Minahasa. Dia khawatir karena jumlah korban akibat kecelakaan lalu lintas atau tindak kejahatan setelag menennggak Miras yakni kalangan muda. "Jika ini terus berlanjut, akan semakin banyak generasi muda yang menghilang," ucapnya. (www.tribunnews.com)
Apalagi di sebagian kalangan tertanam keyakinan, dengan Miras perkawanan menjadi lebih mudah. Karenanya tak mudah mengubah kebiasaan menenggak Miras. Ibarat memakan buah simalakama kata George Purnama, pengamat sosial di Minahasa, belum lama ini.
Akibatnya, pemberantasan Miras tak bisa tuntas. Pasalnya kata George, banyak keluarga yang menggantungkan hidupnya dengan berjualan Miras. Bahkan, khusus Miras tradisional seperti Cap Tikus, telah bergenerasu menjadi sumber periuk dapur tetap berasap.
Sehingga meski berdampak negatif, tidak serta merta produksinya bisa dihentikan. "Saya punya kenalan seorang bapak di Langowan. Selama lebih 40 tahun menggantungkan hidupnya dari usaha Cap Tikus," tuturnya. Nah, jika pemerintah atau aparat penegak hukum langsung menutup usaha mereka. "Maka tindakan itu seperti mematikan mata pencaharian masyarakat," sebutnya.
Namun bukan berarti tak ada jalan tengah. Kata George yang juga akademisi, perlu mengarahkan produksi Cap Tikus menjadi komoditas bernilai tambah semisal mengolahnya menjadi gula aren, atau memproduksi khusus alkohol murni bagi kepentingan industri medis.
Terpisah, Ketua Presidium Badan Koordinasi Antar Umat Beragama Minahasa, Pendeta Dr Arnold F Parengkuan menilai, Miras merupakan masalah klasik. Menurutnya, selain membatasi peredaran miras di masyarakat, juga perlu ada tindakan penyadaran tokoh agama dan pemuka masyarakat kepada jemaat atau warganya.
Menurutnya, tindakan penyadaran itu perlu dan harus terus dilakukan. Katanya, masyarakat harus paham mengonsumsi Miras secara berlebihan berujung kerugian bagi diri sendiri. "Seperti yang dikatakan Rasul Paulus, mengonsumsi Miras dalam takaran benar baik untuk kesehatan. Namun kenyatataannya, warga mengonsumsi Miras berlebihan sehingga merugi, bahkan mengarah maut," jelasnya.
Dia mengaku risau. Karena dia takut dampak negatif Miras berpotensi menghilangkan generasi muda di Minahasa. Dia khawatir karena jumlah korban akibat kecelakaan lalu lintas atau tindak kejahatan setelag menennggak Miras yakni kalangan muda. "Jika ini terus berlanjut, akan semakin banyak generasi muda yang menghilang," ucapnya. (www.tribunnews.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar