9 September 2014

(Kisah Nyata) Rapuhnya Taubat Sang Pemabuk


(True Story) Ini adalah berawal dari sebuah kegalauan hati seorang pecandu minuman keras.
Rico, bukan nama sebenarnya, hanyalah pemuda yang biasa saja. Seperti remaja umumnya, dia bangga dengan memiliki banyak teman. Hampir setiap hari dia menghabiskan waktunya untuk bermain, dan keluyuran, entah mencari aroma  ”kepuasan” dalam hidupnya.
Sudah Lima tahun ini dia mengejar kepuasan hidup sebagai anak muda yang tidak tahu arah dan tujuan hidup, kelimpungan, gak karuan, pecandu berat minuman keras. Berbagai macam minuman telah dia rasakan, cimeng, ganja, dan segala macam jenis penyumbat mulut telah berhasil dia jejalkan dalam mulut pongahnya. Yang selalu menyebut kesekian perbuatan begundal itu sebagai sebuah ” SENI”. Mulut pongahnya, yang selalu pandai mencari beribu alasan untuk membenarkan perbuatan salahnya.
Dia beragama Islam, dia juga pandai mengaji, karena dahulunya dia juga pernah belajar mondok akunya. Meskipun dalam keadaan mabuk berat dia tidak pernah sekalipun menyakiti orang-orang yang ada disekitarnya. Dia masih saja tetap simpatik dan menaruh hormat kepada orang lain. Ruhaninya belum mati 100 %,
Ramdahan tahun-tahun lalu, telah banyak dia habiskan untuk berpoya-poya mengejar “kebahagiaan” semu. Pada Selinting ganja, pada berbotol-botol minuman syetan memabukkan, pada semua rutinitas  yang memburu kesenangan sesaat.
Ramadhan kali ini, dia bertekad ingin memperbaiki diri (bertobat), senang sekali rasanya saya mendengar kabar..
” Si Rico Sholat….!!!”
” Si Rico Puasa…!!!”
saya pun, diam-diam juga mengucapkan syukur atas kabar baik ini. Di hari pertama ramadhan, dia benar-benar telah berubah, dia sudah benar-benar sholat dan berpuasa. Hari kedua, semakin baik, ia mantabkan hatinya bahwa ramdhan ini harus berubah…..Akan tetapi…
Di hari ketiga ramadhanlah  Ujian itu muncul, sepulang dari shalat tarawih, dia mendapati teman-temannya yang dahulu berkubang dalam kesesatan, tengah berpesta miras didalam kamarnya. Mereka tengah asyik melambungkan angan-angan kosong, pada sebotol anggur merah yang rasanya menyedakkan tenggorokan.
Rico, yang keimanannya tengah diuji, benteng pertaubatan yang barus saja dia bangun dalam tiga hari, sudah harus mendapatkan gempuran kuat dari bala tentara syaitan. Teman-temannya yang dahulu ikut memberikan secangkir ” kenikmatan” kepadanya.
Apa yang terjadi, ada pertempuran hebat dalam hati kecilnya, dia ingin sekali menyudahi “maksiat” ini. Dan menutup rapat-rapat celah syetan yang mencoba menyusup menawarkan pesona ” kenikmatan” kepadanya. Namun, kenyataannya sunnguh mengecewakan, bala tentara syetan masih terlalu tangguh dibandingkan dengan benteng taubat yang baru dia bangun tiga hari itu. Dia limbung, mengalah demi satu kata. ” TOLERANSI”, rumus toleransi yang ngawur, “baginya lebih berdosa  menolak ajakan temannya untuk mabuk-mabukan, dari pada menolak ajakan orang lain untuk sholat atau ngaji“.
Hari ini, aku berkata kepadanya..sebagai seorang teman yang senang temannya kembali kepada kebaikan dan agama. Aku berkata lantang kepadanya ” Aku sangat kecewa denganmu“ . Namun, dia hanya mengucapkan satu kalimat.
” Aku saja kecewa dengan diriku sendiri, aku sudah tak berhak mendapatkan idul fitri”  (ahmad mujiyarto, http://muda.kompasiana.com/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar