6 Desember 2014
Perda Lemah, Miras Oplosan Marak
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Garut Anne Nurjanah mengatakan tewasnya 17 warga setelah menenggak minuman keras oplosan tak lepas dari faktor penegakan peraturan daerah yang lemah. “Ironis sekali karena di Garut sudah ada aturannya,” ujar Anne, Jumat, 5 Desember 2014.
Anne menunjuk Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2008 tentang Anti-Perbuatan Maksiat yang memuat soal peredaran minuman keras. Menurut dia, Perda jelas menyatakan bahwa pemerintah Garut harus mengawasi secara ketat dengan mendata toko penjual minuman keras. Begitu juga perizinan penjualannya.
Dalam aturan itu disebutkan, ada tiga golongan alkohol yang diperbolehkan untuk dikonsumsi masyarakat. Namun yang boleh dijual bebas hanya yang berkadar 1-5 persen. Penjualannya pun harus mendapatkan izin dari pemerintah. Perda itu juga mengatur sanksi bagi para pelanggarnya, yakni ancaman kurungan paling lama tiga bulan dan/atau denda paling banyak Rp 50 juta.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Garut Suherman mengakui pengawasannya lemah. Dalihnya, kewenangan Satpol PP dalam penegakan Perda Anti-Maksiat itu masih terbatas.
Dalam Perda itu, Satpol PP hanya bisa melakukan pengawasan. Sedangkan penegakan aturan hanya bisa dilakukan polisi dan penyidik pegawai negeri sipil. “Karena itu, bila ada pelanggar, Satpol PP hanya bisa melakukan peringatan dan pemanggilan saja.”
Dari 17 korban minuman keras oplosan, hampir seluruhnya meninggal di rumah sakit. Hanya satu yang tewas di rumahnya. Korban berusia 15-30 tahun.
Polisi telah menahan dan menetapkan suami-istri berinisial R, 52 tahun, dan Y, 40 tahun, sebagai tersangka pada Kamis lalu. Mereka diduga sebagai penjual. Ada pun minuman yang terbukti mematikan itu didapat dari penyuplai di kawasan Cicalengka, Kabupaten Bandung. (www.tempo.co)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar