Gara-gara aturan Menteri Perdagangan Nomor 06/2015 yang melarang pedagang kecil menjual bir dan rencana pemberlakuan UU Minuman Beralkohol, ratusan pedagang dan pengecer bir di Sumatera Utara kecewa. Menurut para pedagang, sejumlah regulasi baru itu memberatkan mereka.
"Terpilihnya Presiden Jokowi seharusnya memberi harapan baru bagi masyarakat kecil. Tapi, keluarnya regulasi pelarangan menjual bir justru membuat kami semakin susah. Usaha jual bir secara turun-temurun di keluarga saya kini berhenti," kata Sopian Purba Tua, salah satu pedagang bir asal Medan, Kamis (28/5/2015).
Berdagang bir merupakan satu-satunya pekerjaan utama Sopian untuk menghidupi keluarganya. Sopian merupakan generasi kedua yang meneruskan usaha menjual minuman yang biasa digunakan untuk melengkapi kebutuhan adat, seperti pesta perkawinan dan kematian di Sumatera Utara atau pesta tahunan rakyat, seperti pesta panen di Tanah Karo dan Simalungun dan pesta Bona Taon. Bir juga untuk memenuhi tradisi masyarakat untuk merayakan Ceng Beng (sembahyang kubur), Imlek, dan Cap Go Meh.
"Selama ini, keluarga saya menjual bir bukan untuk pesta mabuk-mabukan, tetapi untuk bersilaturahim keluarga saat merayakan Lebaran dan pesta tahun baru," katanya.
Selain itu, para pedagang eceran, lanjutnya, juga menjual bir untuk keperluan wisatawan di Pantai Cermin, Serdang Bedagai, Bahorok-Bukit Lawang, Pulau Samosir, Pantai Pandan Sibolga, Pantai Lagundry di Teluk Dalam, Nias Selatan, Brastagi, Tanah Karo, dan lainnya.
"Setelah jualan bir dilarang dan banyak razia di Medan, istri saya terlihat stres karena tagihan membengkak. Kalau kondisi ini tak segera selesai, anak saya terancam tidak bisa sekolah," kata Sopian.
Dia berharap agar pemerintah mencabut Peraturan Menteri Perdagangan tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Bir itu.
"Saya sudah membuat surat pernyataan dan akan saya kirim ke pemerintah pusat. Saya berharap Pak Jokowi bisa kembali blusukan ke daerah-daerah, khususnya ke Medan dan melihat langsung dampak dari kinerja Menteri Perdagangan Rachmat Gobel," katanya lagi.
Sekretaris Perkumpulan Arisan Pedagang Bir Sumatera Utara, Ellyas Haloho, mengatakan, ratusan pedagang bir lain di Sumatera Utara juga mengajukan keberatan atas regulasi anti-bir. Mereka juga menolak RUU Minol yang akan ditetapkan oleh DPR RI.
"Seharusnya, wakil rakyat tidak sekadar menjual moral saja karena tidak ada hubungannya antara moral dan urusan berdagang untuk mencukupi kebutuhan hidup, apalagi urusan moral yang digembar-gemborkan dalam pelarangan orang minum bir ini mempunyai dampak yang lebih buruk," katanya.
Kalau bir dilarang dijual, lanjut Haloho, pembeli kemungkinan besar akan beralih mengonsumsi minuman beralkohol ilegal dan oplosan yang harganya lebih murah. Semakin dilarang, semakin marak pula peredaran gelap alkohol tanpa pengawasan dari pemerintah yang akhirnya melahirkan mafia-mafia praktik pungutan liar oleh oknum.
"Satu sisi semakin banyak korban oplosan, di sisi lain, ada oknum yang bertambah kaya karena hasil pungli. Para pedagang bir tidak mau Medan dibanjiri produk minuman beralkohol ilegal dan oplosan yang merugikan negara dan masyarakat," ucapnya.
Dia merujuk pada tahun 2013 saat Kota Medan menjadi pusat perhatian dunia karena tragedi turis asal Inggris, Cheznye Emmons, yang tewas akibat mengonsumsi miras oplosan. Tidak hanya itu, di beberapa daerah, juga sudah banyak korban oplosan berjatuhan.
“Kami mendukung jika ada regulasi khusus bagi pelaku yang menyalahgunakan minuman untuk ajang mabuk-mabukan atau sampai mengoplos minuman. Regulasi yang tepat adalah regulasi yang melindungi generasi muda daripada melarang menjual bir. Di belakang hari akan menimbulkan banyak masalah, seperti peredaran gelap dan lainnya," kata dia.
Sementara itu, salah seorang sumber yang tak mau identitasnya disebutkan mengatakan, dia berjualan bir di wilayah Sampali, Medan. Dia mengaku kerap menjadi korban pungli. Oknum petugas dari Dinas Perdagangan mendatanginya dan meminta uang Rp 28 juta untuk pengurusan upgrade usaha, tetapi dia tak mau memberikannya. (http://regional.kompas.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar