6 September 2015

Ekstasi, Ternyata Obat Untuk Manula


Ekstasi, Ternyata Obat Untuk Manula

AKBP Dicky Sondani, Kapolres Aceh Tengah, dalam sebuah perbincangan tentang narkoba di Kantin Batas Kota, Takengon. 
Hari-hari belakangan ini, pemberitaan media nasional dihebohkan oleh tertangkapnya sejumlah orang yang diduga menggunakan narkoba. Salah seorang yang tertangkap itu adalah putra seorang artis dan pejabat penting yang bernama RW. Komentar RK, sang ayah sungguh mengejutkan. Dia menyatakan bahwa narkoba sudah sampai di depan pintu kita. Salah satu jenis narkoba yang banyak digunakan bernama ekstasi. Pil itu, kata mereka yang tertangkap, diperoleh dari sejumlah tempat hiburan. Tahukah pembaca, obat apakah ekstasi itu? AKBP Dicky Sondani, Kapolres Aceh Tengah beberapa waktu lalu berdasarkan penuturan temannya seorang polisi Belanda, mengatakan bahwa ekstasi itu adalah obat yang diberikan untuk orang lanjut usia (manula). Pemberian ekstasi kepada manula disebabkan gairah orang lanjut usia itu sudah berkurang dan tidak bersemangat. Supaya mereka bergairah kembali, maka kepada mereka diresepkan ekstasi. Buktinya, setelah mereka mengkonsumsi pil itu, serta merta membuat mereka bergairah kembali, berjingkrak-jingkrak seperti layaknya anak muda. Di tempat kita, kata Dicky, ekstasi dikonsumsi oleh anak muda yang masih sangat enerjik. Bayangkan, orang yang sedang enerjik-enerjiknya ditambah pil penambah semangat, tentu saja mereka menjadi over aktif. Bisa jadi mereka tidak bisa tidur berhari-hari selama pengaruh ekstasi belum hilang. Kemudian, selama itu pula mereka terus bergerak tak pernah berhenti. Di Belanda, kata Dicky, dia pernah melihat pengonsumsi ekstasi bergerak terus selama 6 jam tanpa istirahat. Dicky menambahkan, drugs atau obat-obatan jenis ekstasi memang asal mulanya dari Belanda yang kemudian dipasok (salah satu tujuannya) ke Indonesia. Di Belanda, ekstase malah dijual secara bebas, maksimal dapat dibeli sebanyak 3 butir. Di Amsterdam malah tersedia sebuah cafe khusus untuk pemakai drugs. Di dalam cafe itu, para pengunjung bebas mengkonsumsi obat-obatan dan ekstasi. Namun, jika diluar tempat itu mengkonsumsi obat-obatan maka mereka akan ditangkap polisi setempat. Pernah ketika Dicky baru tiba di negeri kincir angin itu , dia didatangi oleh seorang perempuan berdarah Indonesia. Si perempuan itu menawarkan pil ekstasi. Perempuan itu mengaku bisa menyediakan pil ekstasi dalam jumlah besar. Dengan terbuka si perempuan itu mengatakan bahwa orang-orang dari Jakarta memesan ekstasi dari dia. Dicky yang datang ke Belanda untuk mengikuti sekolah lalu lintas tahun 1993 selama 6 bulan di Appeldorn yakin bahwa penyebaran ekstasi ke Indonesia merupakan rencana kelompok Neo-VOC. Kelompok ini terdiri dari orang-orang yang ingin comeback ke Indonesia. Informasi itu diperoleh Dicky berdasarkan penuturan seorang politisi lokal di Belanda yang kebetulan seorang warga keturunan Indonesia. Politisi itu mengungkapkan rencana kelompok Neo-VOC yang sangat ingin untuk kembali menjajah Indonesia. Kelompok Neo-VOC masih "ngiler" melihat tanah nusantara ini. Dahulu, mereka bisa menaklukkan negara jajahannya dengan kekuatan senjata dan pasukan. Sekarang, strategi mereka adalah merusak generasi muda dengan penggunaan ekstasi. Bahayanya, rencana kelompok Neo-VOC diyakini banyak orang hampir berhasil. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan pengguna narkoba di tanah air. Trend pengguna narkoba terus naik dari tahun ke tahun. Mereka bukan hanya dari kalangan rakyat biasa, tetapi telah merambah sampai kepada aparat penegak hukum (kasus salah seorang Kapolsek di Bekasi). Trend peningkatan ini sangat mengerikan karena generasi muda kita makin rusak. Kalau kita tidak bahu membahu mengatasi wabah narkoba, maka Indonesia bisa kehilangan anak muda potensial. Sulit membayangkan jika satu saat negeri ini terdiri dari orang-orang penyakitan yang tergantung kepada narkoba. Menyedihkan... (http://www.kompasiana.com/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar