Pegiat media sosial kaget mengetahui oknum Polisi yang menjadi bandar narkoba hanya dihukum 10 bulan penjara. Facebooker menilai, hukuman itu tidak adil karena hanya beda tipis dengan hukuman untuk maling sendal jepit.
Di jejaring Twitter, account Badawi Umbara @badawiranger menilai, hukum Indonesia tumpul ketika berhadapan dengan aparat. “Negara ini tidak adil. Masak bandar narkoba dihukum 10 bulan. Coba yang jadi tersangka rakyat biasa, langsung deh dihukum berat,” kicaunya.
Pemilik account Kezia M Sapulete @keziasapulete mempertanyakan kredibilitas Hakim Agung yang hanya menjatuhkan hukuman 10 bulan penjara. “Hakim Agung macam apa itu, gila negara ini,” protesnya.
Account mulyadiabdullah1 @mulyadiabdullah1 mengatakan, Indonesia diambang kehancuran karena para penegak hukum bersikap tidak adil.
“Kerusakan sudah dimana-mana. Jika penegak hukum merusak hukum itu sendiri, maka hancurlah negara ini,” twitnya.
Account Ade Deva Vallerine prihatin mendengar vonis untuk bandar narkoba hanya berbeda tipis dengan maling sendal jepit yang dihukum 8 bulan penjara. “Wow, cuma selisih dua bulan sama maling sendal jepit, sungguh terlalu,” ujarnya.
Facebooker Eko Haryanto menuding, sistem dan mata rantai mafia narkoba sudah masuk ke para penegak hukum. “Hukuman 10 bulan terlalu ringan. Padahal penegak hukum itu harusnya memberikan contoh yang baik kepada masyarakat,” komentarnya.
Facebooker Amean Holmes berguyon, hanya di Indonesia hakim menjatuhkan vonis ringan terhadap pengedar narkoba. “Gila kali tadinya hukum 4,5 tahun jadi 10 bulan. Hadeuh keren asli, cepet mati aja tuh hakimnya, hehe,” guyonnya.
Ketua III Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Hukum Indonesia (ISHI) Aryanthi Barmuli Putri menilai, polemik putusan hakim terhadap pelaku narkoba sama kontroversialnya dengan pelaku korupsi. “Meski sudah banyak pelaku dihukum tinggi, tetap juga pelaku narkoba dan korupsi merajalela,” katanya.
Menurut Aryanthi, ke depan cara efektif untuk mencegah ketidakadilan hukum adalah memperbaiki integritas hakim. “Instrumen hukum sudah baik, hanya saja di lapangan tidak berjalan baik. Percuma kalau aturan hukum tegas dan keras, kalau hakim yang menjalankan tidak punya integritas dan rasa keadilan,” ujarnya.
Seperti diketahui, dikutip dari website Mahkamah Agung (MA), kemarin, Agustinus, anggota Polsek Tambang, Kabupaten Kampar, Riau itu diadili karena mengedarkan 505 butir ektasi. Agustinus ditangkap pada 10 Mei 2010 di Jalan Lily II No 2, Sukajadi, Pekanbaru.
Atas perbuatannya, jaksa menuntut Agustinus dijatuhi hukuman 4,5 tahun penjara. Tetapi pada 20 September 2010, Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru 2010 hanya menjatuhkan hukuman 10 bulan penjara kepada Agustinus. Putusan ini dikuatkan Pengadilan Tinggi (PT) Pekanbaru pada 1 Desember 2010. Atas hal itu, jaksa pun tidak terima dan mengajukan kasasi.
Ketua MA lantas menunjuk Prof Dr Mieke Komar SH MCL sebagai ketua majelis kasasi dengan anggota Sofyan Sitompul dan Achmad Yamanie. Dalam perkara nomor 391 K/Pid.Sus/2011 itu, Mieke yang juga guru besar Universitas Padjadjaran (Unpad) tidak setuju jika Agustinus hanya dihukum 10 bulan penjara.
Namun, pendapat Mieke kalah suara dengan anggotanya. Sofyan dan Yamanie memilih tetap menghukum polisi yang berprofesi sebagai bandar narkoba itu dengan hukuman 10 bulan penjara.(m.rmol.co)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar