ilustrasi (Foto: Thinkstock)
Belum diketahui apa sebenarnya yang menjadi motif seseorang mau mengonsumsi minuman keras (miras) oplosan, tapi sampai saat ini tingkat konsumsinya masih cukup tinggi. Menanggapi hal ini, BPOM berpesan agar masyarakat tak lagi minum miras oplosan.
"Amanat BPOM adalah memberi nomor izin edar untuk miras, baik impor maupun produk nasional. Dalam memberikan nomor izin edar, kita lakukan juga penilaiannya dan mengeluarkan standarnya. Jadi ada dua amanat yang dipunyai BPOM, standar dan penilaian untuk izin edar," ujar Kepala Badan POM, Dr Roy A. Sparringa, M.App.Sc, dalam konferensi pers yang diselenggarakan di Gedung C BPOM, Jl Percetakan Negara, Jakarta, Rabu (8/1/2014).
Disebutkan berulang kali oleh Roy, BPOM sebagai badan pengawas memiliki kewenangan yang sangat terbatas. Sehingga untuk mengatasi masalah miras oplosan ini diperlukan kerjasama dari berbagai pihak lain, yang tentunya memiliki wewenang lebih.
"Apa yang terjadi sekarang? Ada oplosan. Miras oplosan itu menggunakan alkohol teknis. Nah, di dalam alkohol teknis itu bukan etanol yang bisa dikonsumsi, tapi komponen metanol. Berbahaya sekali, bisa menyebabkan kebutaan. Kalau lebih banyak juga fatal, bisa meninggal dunia," papar Roy.
Roy juga mengungkapkan miras oplosan merupakan salah satu bukti bahwa jika tak digunakan dengan benar dan tepat, obat yang seharusnya bisa bermanfaat justru bisa menjadi mematikan.
Dilansir Medscape.com, metanol merupakan bagian paling sederhana dari alkohol yang biasanya digunakan dalam industri. Zat ini berbentuk cairan, tidak berwarna, mudah menguap, dan mudah sekali terbakar. Metanol juga diketahui memiliki bau yang khas dan beracun. Dalam dunia industri, metanol digunakan untuk cat rumah, perekat, busa bantal, tekstil sintetis, plastik daur ulang, dan bahan bakar.
Karena harganya yang relatif murah, metanol kerap digunakan sebagai pengganti etanol dalam minuman keras, khususnya oplosan. Metanol yang sudah berada di dalam tubuh akan diserap dalam cairan tubuh. Metabolit yang terdapat di dalam metanol dapat menyebabkan terjadinya asidosis metabolik, kebutaan permanen, dan juga kematian.
"Dan ini harus distop. BPOM sudah menyampaikan, wewenang kami itu terbatas. Kami hanya bisa bekerja lintas sektor, mungkin dengan Kementerian Pariwisata, ini penting karena bisa juga merusak reputasi Indonesia dalam industri pariwisata," tutur Roy.
Menurut Roy, obat tidak akan berbahaya jika memang digunakan dengan cara yang tepat. Sebaliknya, jika disalahgunakan tentu akan berbahaya. "Kembali lagi edukasi masyarakat itu sangat penting. Masyarakat harus benar-benar mengerti, waspada, dan aware, tentang masalah ini. Jangan terus mabuk, itu berbahaya," tegas pria yang sebelumnya pernah menjabat sebagai Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya BPOM ini. (sumber: http://health.detik.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar