3 Juni 2014

Mau Mabuk? Miras Oplosan Solusinya

Malam minggu dan minuman keras memang tidak ada hubungannya, namun dibeberapa tempat kongkow tanpa menenggak minuman keras rasanya kurang afdol. Apalagi bagi anak muda. Namun akibat harga yang mencekik, minuman berlabel (merk) menjadi barang mahal buat sebagian kalangan masyarakat penggemar minuman keras. Sebelumnya dengan uang ceban (Rp.10.000) sudah mendapatkan satu paket minuman keras, sekarang dengan kondisi yang sama, penggemar mabuk harus merogoh kocek sebesar Rp.35.000.
Mahalnya harga minuman keras disebabkan naiknya cukai minuman beralkohol, untuk golongan A (5%) dari 3.500/liter menjadi 11.000/liter. Golongan B (6 – 20%) naik dari sebelumnya 10.000/liter menjadi 30.000/liter, sedangkan golongan C >20% dari 25.000/liter menjadi 75.000/liter. Hal tersebut berdasarkan permenkeu no.62 tahun 2010. Sehingga menyebabkan omzet minuman keras golongan A terutama menjadi anjlok.
Karena mahalnya minuman tersebut, banyak penggemar miras beralih ke minuman keras oplosan, dari ciu di solo jawa tengah, lapen di Jogja dan gingseng di daerah bekasi. Namun sayangnya akibat mahalnya bahan baku, banyak pedagang yang akhirnya menambah campuran sendiri, seperti methanol.
Sudah banyak korban meninggal akibat minuman keras oplosan ini dibeberapa daerah, terakhir di Indramayu, Cirebon 10 orang tewas akibat menenggak minuman keras oplosan. Belum lagi di Salatiga (21 tewas), jogja (11 tewas). Minuman keras memang sudah menjadi gaya hidup sebagian masyrakat kita. Mulai anak sekolah, tukang ojek, sopir becak dan kalangan masyarakat kecil lainnya. Celakanya, kebanyakan korban meninggal adalah masyarakat kecil yang mungkin ingin melupakan kepenatan hidup dengan sekedar menenggak minuman keras.
Korban-korban tewas tersebut akhir-akhir ini bukannya berkurang, namun semakin bertambah saja, sudah saatnya pemerintah mencari solusi terbaik, bukan membiarkan korban sia-sia terus bertambah. Jangan sampai minuman oplosan menjadi solusi kesulitan hidup yang semakin bertambah.
Salam Kompasiana.
(sumber: doni hardiyanto/http://sosbud.kompasiana.com/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar