Minuman keras (Miras) menjadi salah satu masalah di antara banyak masalah di tanah Papua. Alkohol telah membunuh
orang Papua seperti masalah lainnya yang juga membunuh. Dengan
mengkonsumsi alkohol yang berlebihan membuat orang tidak sadarkan diri.
Ada statement mengatakan ‘’kalau orang papua kaya tidurnya di
pinggiran jalan kalau miskin tidurnya di kasur empuk, kalau orang jawa
kaya tidurnya di kasur empuk kalau miskin tidurnya di bawa kolong
jembatan.’’
Dari statement di atas sesuai dengan realita dalam keidupan di sekitar kita, contohnya di kota
Sorong. Terbukti apabila anda berolahraga pagi pada hari minggu maka
anda akan menemukan orang papua kaya sedang terbaring di pinggiran jalan
karena baru saja merayakan pesta miras semalam. Sebaliknya orang jawa
miskin di Jakarta anda akan menemukan tempat tinggalnya di bawa kolong
jembatan. Ini menunjukkan bahwa kurangnya kepedulian pemerintah
setempat.
Dalam
keadaan seperti itu, maka apa saja dapat dilakukan, termasuk seks
bebas. Bisa mati ditabrak mobil di jalan raya, dibunuh orang di pasar,
bisa juga mati karena berlebihan alkohol, dan bahkan mati karena seks
bebas yang dikendalikan oleh alkohol.
Perlu
diketahui bahwa angka kematian orang Papua saat ini tinggi. Sementara
angka kelahiran sungguh sedikit. Hampir setiap saat orang Papua banyak
yang mati karena alkohol, terutama anak-anak usia produktif. Belum lagi
mati karena faktor lain. Orang Papua seakan lahir sekarang untuk mati
besok. Kalau tidak lahir sekarang besok tetap mati, itulah kenyataannya.
Dalam
diskusi dengan sejumlah Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Tokoh Adat,
Tokoh Pemuda , Akademisi, Aktivis LSM dan Dewan Adat Papua (DAP) Wilayah
Nabire, Ruben Edowai mengatakan “Dalam beberapa bulan ini saja, sudah
sebanyak 365 orang dari suku Mee meninggal dunia di Nabire. Ini bukan
mengada-ada, tapi data yang kami temukan di lapangan, katanya seperti
dikutip PapuaPos, 20 Mei 2007. Lalu bagaimana di Jayapura,
Timika, Sorong, Merauke, Biak, Serui, Fak-fak, Wamena, Pegunungan
Bintang, Enarotali, Puncak Jaya dan lainnya?
Minuman keras adalah candu. Pemahaman ini bertitik tolak dari realita dan tidak
bisa dipungkiri. Ada beberapa teman dalam pembicaraan mengatakan hidup
tanpa minum alkohol rasanya kurang. Ucapan itu sepertinya sudah
membenarkan alkohol (minuman keras) sebagai candu.
Banyak teman mengakui dengan minum alkohol (mabuk) membuat mereka percaya diri, berani tampil di depan umum untuk mengekspresikan diri, tentang bakatnya yang terpendam. Ataupun berani untuk membuat kegaduhan, bahkan ada yang menjadi berani untuk melakukan ataupun terlibat dalam kasus pemerkosaan, perkelahian dan pembuhuhan. Ini mebenarkan pengakuan Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Papua Komisaris Besar Drs. Daud Sihombing SH, Dari catatan polisi pada setiap laporan akhir tahun, semua kejadian kriminal seperti pembunuhan, pemerkosaan, penganiayaan, pencurian, penipuan, pemerasan, teror dan seterusnya berawal dari miras. Miras ini membuat orang menjadi pemalas, bermental santai tetapi ingin mendapat untung besar, dan semangat belajar para siswa sekolah pun menurun. Hal itu terjadi karena seorang alkoholik nalar sudah tidak akan berfungsi sebagai manusia normal barangkali seperti orang kelainan jiwa alis gila.
Banyak teman mengakui dengan minum alkohol (mabuk) membuat mereka percaya diri, berani tampil di depan umum untuk mengekspresikan diri, tentang bakatnya yang terpendam. Ataupun berani untuk membuat kegaduhan, bahkan ada yang menjadi berani untuk melakukan ataupun terlibat dalam kasus pemerkosaan, perkelahian dan pembuhuhan. Ini mebenarkan pengakuan Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Papua Komisaris Besar Drs. Daud Sihombing SH, Dari catatan polisi pada setiap laporan akhir tahun, semua kejadian kriminal seperti pembunuhan, pemerkosaan, penganiayaan, pencurian, penipuan, pemerasan, teror dan seterusnya berawal dari miras. Miras ini membuat orang menjadi pemalas, bermental santai tetapi ingin mendapat untung besar, dan semangat belajar para siswa sekolah pun menurun. Hal itu terjadi karena seorang alkoholik nalar sudah tidak akan berfungsi sebagai manusia normal barangkali seperti orang kelainan jiwa alis gila.
Bila kita melirik sejarah Papua, terutama
di kalangan orang pegunuangan Papua mereka tidak sama sekali mengenal
minuman beralkohol. Tidak ada tradisi pesta minuman keras, karena tidak
ada bahan untuk produk alkohol. Kecuali
derah pesisir pantai Papua mereka yang lebih dahulu sudah melakukan
kontak dengan orang luar Papua. Mereka sudah mengenal minuman
beralkhohol dari pohon kelapa ataupun aren yang disebut sagero (saguer/bobo).
Seorang
aktivis Aborigin, Charles Perkin menuliskan, bahwa orang Aborigin
sering minum dalam pertemuan-pertemuan tradisional, tidak sebagai
minuman-minuman yang sengaja melanggar tata cara minum sebagimana
mestinya. Mereka justru memenuhi sindrom kasihanilah
saya kalau mereka di perbolehkan memperlihatkan tata cara minum yang
tidak dapat diterima umum. Hal yang sama juga terjadi di kalangan para
pecandu alkohol di Papua. Kadang minum hanya untuk mecari perhatian,
ataupun untuk melampiaskan emosi. Dengan demikian mereka terlihat
sebagai manusia yang tidak dewasa menyelesaikan masalah.
Bisakah
kita menerima ketika mengatakan alkohol sebagai candu masyarakat?
Entalah. Tetapi, yang jelas di dunia ini apa lagi yang bukan candu?
Semuanya cantu? Hehehe……. Tidak tahu! Wow, Sebenarnya pengertian tentang
candu tidak begitu dijelaskan secara detail. Makna candu kadang sama
dengan ketagihan, sesuatu yang sangat disukai atau sesuatu yang menjadi
kegemaran.
Kecanduan itu datang dari suatu proses yang perlahan menggerakkan kita untuk terlibat di dalammya. Setelah kita terbiasa dengan kegiatan tersebut dan menjadi kegemaran kita baru disebut sebagai kecanduan. Hanya saja candu kadang bermakna negatif, dibandingkan kata kegemaran atau hobi, atau kebiasaan.
Kecanduan itu datang dari suatu proses yang perlahan menggerakkan kita untuk terlibat di dalammya. Setelah kita terbiasa dengan kegiatan tersebut dan menjadi kegemaran kita baru disebut sebagai kecanduan. Hanya saja candu kadang bermakna negatif, dibandingkan kata kegemaran atau hobi, atau kebiasaan.
Sahabat, tahu tidak pemberantasan miras hanya sebuah “WACANA’’.
Itulah sebabnya, pemberantasan alkoholime hanya menjadi wacana menarik diantara kita yang punya tingkat pemahaman dan nalar baik. Dengan menghilakang anggapan
kolot, bahwa Alkohol hanyalah suatu masalah di kota-kota besar dan
tidak di kota-kota kecil ataupun di perkampungan yang terpencil. Justru
di tempat-tempat terpencil saat ini masalah alkohol sangat kritis.
Tingkat penganguran sangat tinggi, di antara generasi mudahnya terjadi
kebosanana yang amat sangat, dan sekolah-sekolah setempat tidak dapat
menampung minat kaum mudah. Mengkonsumsi tanpa mengetahui efek samping dan dampak sebagai pembunuh jiwa manusia sehat.Mengapa demikian? Orang yang alkoholisme tetap terlihat seperti kelainan jiwa, sakit jiwa, sebagai akibat melemah atau matikanya syaraf ingatan. Disanalah kaum perubah dan sasaran diskusi menjadi tempat pilihan. Tidak hanya diskusi tetapi, kemudian menjadi wujutnyata, karya bagi pembebasan manusia dari keterbelengguhan jiwa.
Pecandu alkohol di Papua terus bertambah. Sudah sangat mejarah kalangna muda dan tua tanpa memandang perbedaan sex. Alkoholisme menyebakan meningkatnya tingkat kriminalitas di kota maupun di perkampuangan. Dan saat ini pembunuhan bermotif alkohol semakin gencar untuk melakukan tindakan genosida di Papua. Ada beberapa kasus, misalkan pada tahun 1999, seorang intelek Papua, Obet Badii, Dosen Filsafat Fajar Timur yang dibunuh oknum tertentu. Untuk menghilangkan jejek, pembunuh lalu menumpahi minuman beralkohol dibagian mulutnya. Padahal yang sebenarnya ia tidak biasa mengonsumsi minuman beralkohol. Kita juga masih ingat untuk kepentingan membeli alkohol Arnol Ap seorang tokoh intelek mudah dijual oleh temannya yang sudah terjangkit penyakit alkoholisme.(http://unik.kompasiana.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar