tradisi
menenggak tuak atau pun arak adalah lumrah di Bali, hampir di setiap
pelosok pulau ini bisa ditemui minuman yang memiliki kandungan alkohol
akibat penyulingan nira kelapa. Di desa Jinengdalem, kabupaten Buleleng,
bagi warganya, terutama kaum pria, minum arak atau tuak sudah menjadi
kebiasaan yang menjelma manjadi tradisi. Hal tersebut menurun secara
turun temurun. Bila sedang mengobrol santai, kumpul-kumpul, sudah bisa
dipastikan tuak atau arak menjadi teman setia membunuh waktu.
Walaupun kebanyakan masyarakat di desa ini senang minum, tapi sama sekali tidak menimbulkan keresahan bagi warga lainnya. Tidak pernah terjadi keributan gara-gara mabuk arak atau tuak.
"Setiap kumpul pasti ada saja yang bawa tuak atau arak. Kalau ndak ada arak atau tuak seperti ada yang kurang", ujar Sudiarta, salah satu warga, peminum, merangkap paman saya.
"Minum arak atau tuak itu sudah jadi tradisi dan orang-orang di sini sudah paham dan mengerti dengan adat ini. Jadi ndak ada masalah, selama kita juga yang minum menghormati yang tidak minum dan tidak berbuat onar", ungkap Sudiarta yang berprofesi debagai guide.
Menurut Sudiarta, hampir di seluruh pelosok Bali, warganya, terutama kaum pria senang minum arak atau tuak. "Terutama warga desa", tambah Sudiarta.
Arak atau tuak dapat dengan mudah dijumpai di desa Jinengdalem, hampir di setiap warung sepanjang jalan desa manyediakan dan menjual minuman khas ini. Dengan uang 2000 sebotol tuak sudah digenggaman. Tidak diketahui pasti berapa kadar alkohol tuak atau arak, yang pasti minum 1 botol sendiri, cukup membuat keseimbangan sedikit goyah. Oh iya, arak dan tuak itu berbeda. jika tuak adlah hasil penyulingan nira kelapa, sedang arak hasil penyulingan beras atau beras ketan. satu yang pasti arak lebih memabukkan. mengutip tagline iklan ga ada tuak/arak, ga rame.. (http://pecahbuncah.blogspot.com/)
gambar pinjam paksa dari
http://reggaefara.wordpress.com/2011/07/08/sekilas-tentang-tuak-arak/
http://www.newsholic.net/1703/inilah-7-minuman-keras-asli-indonesia.html
Walaupun kebanyakan masyarakat di desa ini senang minum, tapi sama sekali tidak menimbulkan keresahan bagi warga lainnya. Tidak pernah terjadi keributan gara-gara mabuk arak atau tuak.
"Setiap kumpul pasti ada saja yang bawa tuak atau arak. Kalau ndak ada arak atau tuak seperti ada yang kurang", ujar Sudiarta, salah satu warga, peminum, merangkap paman saya.
"Minum arak atau tuak itu sudah jadi tradisi dan orang-orang di sini sudah paham dan mengerti dengan adat ini. Jadi ndak ada masalah, selama kita juga yang minum menghormati yang tidak minum dan tidak berbuat onar", ungkap Sudiarta yang berprofesi debagai guide.
Menurut Sudiarta, hampir di seluruh pelosok Bali, warganya, terutama kaum pria senang minum arak atau tuak. "Terutama warga desa", tambah Sudiarta.
Arak atau tuak dapat dengan mudah dijumpai di desa Jinengdalem, hampir di setiap warung sepanjang jalan desa manyediakan dan menjual minuman khas ini. Dengan uang 2000 sebotol tuak sudah digenggaman. Tidak diketahui pasti berapa kadar alkohol tuak atau arak, yang pasti minum 1 botol sendiri, cukup membuat keseimbangan sedikit goyah. Oh iya, arak dan tuak itu berbeda. jika tuak adlah hasil penyulingan nira kelapa, sedang arak hasil penyulingan beras atau beras ketan. satu yang pasti arak lebih memabukkan. mengutip tagline iklan ga ada tuak/arak, ga rame.. (http://pecahbuncah.blogspot.com/)
gambar pinjam paksa dari
http://reggaefara.wordpress.com/2011/07/08/sekilas-tentang-tuak-arak/
http://www.newsholic.net/1703/inilah-7-minuman-keras-asli-indonesia.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar