20 Juli 2014

MIRAS, Pemusnah Etnis Papua!


Oleh : Walhamri Wahid
Hari masih pagi berembun, jejeran toko di sepanjang jalan utama Kota Abepura terlihat sunyi, tukang sapu jalanan asyik membersihkan sampah sisa semalam yang berserakan, beberapa orang lop terlihat menjajakan koran pada beberapa mobil pribadi yang berhenti sesaat di tepi jalan.
Di emper sebuah toko busana, Mahligai Jaya 4 orang pemuda tanggung bahkan 2 diantaranya masih anak di bawah umur terlihat bercengkerama dengan nada yang tidak beraturan, bentakan, makian, bahkan sesekali pukulan mendarat ke tubuh rekannya disertai tertawa lebar menjadi satu pemandangan yang mengusik keceriaan pagi itu.
Tidak jauh dari tempat mereka, di depan ATM dalam areal Saga Mall dekat dengan Pos Satpam, di areal parkiran bagian belakang juga terlihat gerombolan serupa, agak jauh dari kedua tempat tersebut di depan Café Prima Garden juga pemandangan serupa menjadi suguhan kita.
Di tempat lain, di tepi jalan depan kantor Gubernur sebuah mobil plat merah dan sebuah mobil Kuda plat hitam berisi 6 lelaki dewasa terlihat menikmati mentari pagi dan deburan ombak, tetapi kondisi mereka tidak jauh beda dengan remaja – remaja di emper toko tadi, yang membedakan beberapa diantara mereka terlihat memegang gelas Aqua kecil berisi cairan berwarna coklat kehitaman dengan takaran yang tidak mencapai seperempat gelas.
Di sisi kiri kaki salah seorang diantaranya teronggok dua botol whisky dan 3 kaleng coca cola yang sudah kosong dan berpindah ke dalama sebuah botol Aqua sedang sebagai media pencampuran.
Meski beberapa pejalan kaki yang berolahraga mengamati mereka, tapi seakan sudah kehilangan urat malu, dan kesadaran diri, ke – 6 lelaki dewasa yang bertubuh tambun alias poro itu asyik menikmati acara “whiskey morning” sebagai lanjutan pesta miras mereka semalam di Bar dan Karaoke yang bertebaran di seantero Kota Jayapura yang biasanya tutup sejak pukul 02.00 WIT.
Melongok ke dalam mobil yang memperdengarkan lagu – lagu berirama house music, yang parkir tidak jauh dari mereka, dua wanita berusia muda, sekitar 19 tahun dan 16 tahun terlihat menghisap dalam – dalam rokok putih yang terselip di sela – sela jari lentik berkuteks ungu sambil memainkan asap putih dari bibir mereka yang terlihat pucat sembari bercanda ria dengan temannya sambil menanti ke – 6 lelaki poro yang tengah menyelesaikan prosesi whiskey morning mereka.
___________________
Perbedaan kelas namun berujung pada hasil yang sama, pemusnahan etnis Papua secara perlahan, adalah satu kerja besar yang tengah di emban oleh ber liter – liter atau ber botol – botol minuman yang akrab kita sebut MIRAS atau air kata – kata yang selama ini di droping secara legal dan sadar dengan tujuan pencapaian Pendapatan Asli Daerah (PAD(.
Pilihan antara melindungi orang asli daerah dan meningkatkana pendapatan asli daerah itulah yang tengah ramai diperbincangkan. Dimana perbincangan itu berujung pada satu keinginan untuk menyelamatkan generasi baru Papua dari pemusnahan oleh Miras dan kawan – kawannya, sebagai imbas korban yang mulai berjatuhan di seantero Papua belakangan ini.
Pengkonsumsi miras bukan hanya di Papua, di seluruh belahan dunia, produk yang katanya bisa menambah percaya diri peminumnya itu juga di konsumsi bahkan dengan harga dan kadar alcohol yang lebih besar, tapi mengapa hal tersebut perlu kita perdebatkan keberadaannya di Papua.
Jawabnya, Papua bukanlah belahan dunia manapun yang ada di dunia ini, Papua adalah Tanah Injil seperti yang disampaikan oleh Ketua Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pendeta Indonesia (DPD API Pdt. Kirenius Bole, S.Th, yang bermakna sebagai “Khabar Baik”, sehingga Papua menjadi satu tempat bersumber dan berasalnya seluruh kebaikan bagi umat manusia.
Selain itu juga, kondisi social ekonomi bangsa ini yang belum mapan menjadi satu pertimbangan besar mengapa masalah Miras ini mesti di sikapi sampai pada penetapan sebuah peraturan daerah khusus yang bisa melindungi dan menyelamatkan generasi Papua baru dari aksi “genecoside” gaya baru.
Butuh kesadaran mendasar dari generasi Papua sendiri yang harus ditindak lanjuti dengan langkah – langkah nyata dan kesungguhan hati dan iman bahwa miras dengan pola dan kadar yang salah atau berlebihan bisa berakibat fatal dan justru merusak.
Meski sebagian yang pro miras mengatakan bahwa tewasnya beberapa etnis Papua karena mengkonsumsi miras oplosan, sehingga tidak bisa dijadikan dasar untuk peniadaan miras di Papua, atau bahasa halusnya perlu disikapi secara arif dan bijaksana, tetapi apakah kita tidak sadar bahwa ada sebuah upaya terstruktur untuk aksi pembodohan dan membuat etnis Papua berada dalam suatu kondisi ketergantungan.
Apakah ada jaminan bahwa etnis Papua yang mengkonsumsi miras berkelas dan harga selangit lebih terjamin keselamatannya alias tidak tewas seperti mereka – mereka yang miskin dan hanya mampu mengkonsumsi alcohol bercampur.
Untuk satu dua bulan ini belum, bahkan beberapa tahun juga belum, tapi apakah kita tidak pernah menyadari, betapa kita benar – benar di bodohi dengan direcoki alcohol ke dalam tubuh dan pikiran kita, karena di belahan dunia manapun tidak ada bangsa yang bisa menjadi besar atau melakukan hal – hal besar bila pikiran, tubuh, dan seluruh kehidupannya dipengaruhi oleh alcohol, yang adalah bahwa kita tengah menggali lubang besar menuju kehancuran bangsa dan etnis Papua.
Sudah saatnya seluruh rakyat Papua yang berada di kampung – kampung dan selama ini hanya mengkonsumsi miras local atau MILO, juga yang hanya mampu membeli alcohol seharga Rp. 6.000 lalu dicampur Extra Joss seharga Rp. 1.000 dan air mineral bersama – sama kita sadarkan para pejabat kita, pemimpin dan kaum intelektual Papua, bahwa kita tidak usah ributkan kenapa miras itu beredar, tapi mulai sekarang kita harus mengawasi para pejabat dan pemimpin kita yang bermental pemabuk agar menghilangkan perilakunya sekarang juga atau kita copot dan turunkan dia dari jabatannya saat ini.
Buruknya pelayanan publik, rendahnya kualitas kesehatan, tidak layaknya sarana pendidikan, susahnya jalur perhubungan, maraknya indikasi korupsi, atau gagalnya OTSUS, disebabkan pemimpin kita masih banyak yang bermental pemabuk, baik mabuk miras maupun mabuk kekuasaan, jadi jangan heran kalau kondisi kita di kampung – kampung masih jauh dari yang diharapkan padahal kita tahu begitu banyak uang bertebaran di tanah Papua ini, begitu banyak harta kekayaan kita diangkut ke negara asing.
Bukan saatnya kita perdebatkan kenapa miras beredar di Papua ataupun di belahan dunia manapun, tapi saatnya kita mengawasi agar yang mengelola negara ini tidak bermental pemabuk, sehingga tidak ada alcohol di jual bebas, miras yang masuk ke Papua benar – benar di hitung cukainya per botol, tidak ada miras yang bisa di jual bebas di emper jalan, karena perang terhadap miras dengan tujuan menghilangkannya dari bumi Cenderawasih masih butuh waktu, tenaga dan materi yang tidak sedikit untuk mencapainya, dan itu baru bisa dicapai bila mental pemabuk sudah berkurang dari para pemimpin kita. (
http://walhamri-wahid.blogspot.com/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar