7 Mei 2016

Cerita Soal Hasil Pelacuran dan Judi di Jakarta


Cerita Soal Hasil Pelacuran dan Judi di JakartaJalan Pramuka, Pramuka, Jakarta Timur, Sabtu 20 Juni 2015. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
CNN Indonesia -- Kontroversi lokasilisasi di Jakarta dimulai saat Gubernur Ali Sadikin menjadikan kawasan Kramat Tunggak sebagai tempat pelacuran di Jakarta. Dengan luas sekitar 109 ribu meter persegi, Kramat Tunggak disebut sebagai kawasan pelacuran terbesar di Asia Tenggara.

Gubernur Ali Sadikin saat menjadikan Kramat Tunggak sebagai lokalisasi beralasan, lokasi khusus pelacuran harus dibuka agar para wanita malam tidak berkeliaran tempat-tempat umum untuk menjaring mangsanya. Sebelum Kramat Tunggak berdiri, para pelacur kerap menawarkan diri di kawasan Senen, Kramat, Ancol, Pejompongan dan beberapa kawasan lain.  (Baca juga: Napak Tilas Bisnis Pelacuran Jakarta) 

Menurut sejarawan Asep Kambali, ide gila Bang Ali membuat lokasi pelacuran sempat mendapat tentangan dari kelompok Islam. Mereka menilai Ali menyetujui perbuatan maksiat perzinahan. 

Namun Bang Ali saat itu berkilah bahwa pembuatan lokalisasi justru untuk melindungi umat Islam dari perbuatan maksiat karena bisnis prostitusi bisa dikontrol. Dengan alasan tersebut, organisasi masyarakat Islam saat itu melunak dan membiarkan lokalisasi Kramat Tunggak berdiri.

Di lain sisi, Bang Ali menurut Asep saat itu tengah membutuhkan dana besar untuk pembangunan infrastruktur ibu kota. Ali dikenal sebagai salah satu Gubernur yang kerap membangun infrastruktur Jakarta. Selama 11 tahun jadi orang nomor satu di Jakarta, ia banyak membangun jalan, puskesmas, sekolah, hingga museum dan pusat kebudayaan.  (Baca juga: Jilakeng, Benih Pelacuran di Jantung Batavia)

"Jalan Pramuka dan Jalan Pemuda adalah jalan yang dibangun dari uang pelacuran dan judi," ujar Asep. 

Keinginan Gubenur Jakarta ke-9 itu membangun infrastruktur di Jakarta setelah ia kembali dari kunjungannya ke Eropa. Pembangunan kota-kota besar di Eropa ingin diterapkan Ali di Jakarta. Pendirian lokalisaasi dan pelegalan Judi dinilai jadi cara paling jitu untuk mendapatkan uang. 
Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur, Sabtu 20 Juni 2015. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Hasilnya, DKI Jakarta pada masa kepemimpinannya berubah menjadi kota metropolitan. Banyak ruas jalan dibangun. Pria asal Sumedang ini juga banyak membangun puskesmas dan gedung sekolah.

Rencana awal Bang Ali ingin membanguan lokalisasi di sebuah pulau di kawasan Kepulauan Seribu. Awalnya Kramat Tunggak hanya menampung sekitra 300 orang pelacur. Namun dalam perkembangannya ada sekitar 2.000 orang pelacur dibawah koordinator hampir 300 germo. Kehidupan ekonomi di kawasan ini juga berdenyut dengan banyaknya tenaga kerja yang menjadi buruh cuci, warung, juru parkir hingga tukang ojek. (Baca juga: Rayuan Keroncong Jembatan Batu di Macao Po)

Kramat Tunggak juga sukses menjaring para anak buah kapal yang bersandar di Tanjung Priok untuk berwisata birahi di sana. Pundi-pundi uang juga didapat Bang Ali untuk membiayai pembangunan ibu kota.

Namun upaya Bang Ali untuk mendapatkan tambahan yang pembangunan dari sektor hiburan khususnya judi dan pelacuran terhenti pada tahun 1999. Pada era kepemimpinan Gubernur Sutiyoso, Kramat Tunggak ditutup.

Saat akan ditutup, data terakhir jumlah pelacur penghuni Kramat Tunggak berjumlah 1.615 orang. Mereka menghuni 277 unit bangunan dengan jumlah 3.546 kamar. (Baca juga: Rayuan Binal dari Atas Becak di Kawasan Senen)
Sebagai gantinya, di atas lahan bekas pelacuran itu dibuat Islamic Center hingga saat ini. Kramat Tunggak ditutup bukan berarti pelacuran Jakarta hilang. Menurut Asep, di era modern, pelacuran bersifat borderless. Tak perlu ada ruang untuk bertransaksi seksual. Tawar menawar cukup dilakukan menggunakan teknologi. Jakarta sebagai kota besar menurut Asep tak bisa dipisahkan dari bisnis prostitusi dengan berbagai bentuk.Pelacuran menurutnya tidak akan bisa dihilangkan apalagi dari kota seperti DKI Jakarta. (sip/sip)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar