Para penyalah guna dan pecandu narkoba yang tertangkap aparat penegak hukum, mulai Selasa (26/8) tidak lagi dihukum pidana penjara. Setelah melalui proses asesmen, mereka akan bermuara di pusat rehabilitasi.
Kebijakan itu tertuang dalam peraturan bersama dan ditandatangani oleh Kementerian Hukum dan HAM, Kejaksaan Agung, Polri, Mahkamah Agung (MA), Badan Narkotika Nasional (BNN), Kementerian Kesehatan, serta Kementerian Sosial.
Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin menyatakan, pelaksanaan rehabilitasi saat ini difokuskan pada 16 kota dan kabupaten yang menjadi pilot project.
"Dengan adanya pilot project ini diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi daerah lainnya tentang bagaimana penanganan penyalah guna narkoba secara proporsional dan professional," katanya, usai peluncuran pilot project pelaksanaan rehabilitasi untuk penyalah guna narkoba di Graha Pengayoman, Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Selasa (26/8).
Enam belas kota tersebut yakni Kota Batam, Jakarta Timur Jakarta Selatan, Kabupaten Bogor, Kota Tangerang Selatan, Kota Semarang, Kota Surabaya, Kota Makassar, Kabupaten Maros, Kota Samarinda, Kota Balikpapan, Kota Padang, Kabupaten Sleman, Kota Pontianak, Kota Banjar Baru, dan Kota Mataram.
Pemilihan kota dan kabupaten tersebut, kata Amir, berdasarkan kesiapan infrastruktur seperti pusat rehabilitasi.
Menurut Amir, seluruh konsep mengenai penanganan pecandu dan penyalah guna narkoba sudah tertuang dengan jelas dalam berbagai aturan. Saat ini, yang diperlukan hanya implementasi dari para penegak hukum, untuk dapat mengambil pilihan yang lebih humanis.
"Semua berpulang pada orientasi penegak hukum itu sendiri. Pilihan-pilihan yang lebih baik inilah yang pada faktanya akan jadi investasi untuk masa depan bangsa," ujarnya.
Menurut Amir, kebijakan tersebut menjadi pedoman yang lebih mumpuni untuk memilah mana penjahat narkoba yang pantas masuk ke dalam jeruji besi dan penyalah guna yang seharusnya dipulihkan di pusat rehabilitasi. "Dengan paradigma baru, penyalah guna narkoba yang tersangkut kasus narkoba akan ditangani dengan proporsional," katanya.
Amir mengatakan, para penyalah guna yang tertangkap akan diasesmen oleh tim hukum dan medis untuk memilah sebagai penyalah guna murni, atau tersangkut dalam jaringan narkoba. Berdasarkan hasil tim asesmen tersebut, hakim memiliki pedoman yang kuat untuk mengenakan vonis rehabilitasi.
"Langkah ini tidak melanggar hukum positif karena pada dasarnya hukum positif di negeri ini menganut double track system pemidanaan, yaitu penyalah guna dan dalam keadaan ketergantungan dapat dihukum pidana dan dapat juga dihukum rehabilitasi," ujarnya.
Kepala BNN Komisaris Jenderal Pol Anang Iskandar mengatakan, tim asesmen yang dibentuk berasal dari unsur Kementerian Hukum dan HAM, BNN, Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Kepolisian, Kementerian Sosial, dan Kementerian Sosial di daerah. "Tim asesmen ini akan dilatih sehingga tidak sembarang. Mereka memiliki kompetensi dasar untuk menangani para pecandu," katanya.
Anang mengungkapkan, berdasarkan pengalaman selama ini, tidak banyak pecandu narkoba yang secara sukarela direhabilitasi. Untuk itu, dibutuhkan tindakan tegas untuk merehabilitasi para pecandu narkoba. "Yang tidak mau direhabilitasi akan ditangkap penegak hukum dan dibawa ke pengadilan dengan vonis rehabilitasi," ujarnya.
Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Pol Suhardi Alius menyatakan, meski direhabilitasi, kasus narkoba yang menjerat pecandu akan tetap diproses. "Pengguna yang tertangkap diberi kesempatan untuk diasesmen beberapa pihak. Dengan direhabilitasi mudah-mudahan bisa kembali sehat," katanya. (http://www.beritasatu.com/)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar