25 November 2014

Hakim Agung : Vonis Mati Bandar Narkoba Tak Langgar HAM


Hakim Agung : Vonis Mati Bandar Narkoba Tak Langgar HAM

Polri mengungkap penyelundupan sabu dari sindikat narkotika internasional dengan barang bukti sabu seberat 71,5 kilogram, Jumat, 10 Oktober 2014. (CNN Indonesia/Aulia Bintang Pratama)
JakartaCNN Indonesia -- Hakim Agung Surya Jaya menilai vonis mati pantas diberikan untukbandar narkoba . Hukuman terberat ini layak diberikan pada produsen dan pengedar narkoba dan dinilai tidak melanggar hak asasi manusia (HAM).

"Produsen yang harus dihukum berat (mati)," ujar Surya kepada CNN Indonesia, di Jakarta, Rabu (19/11). 

Hukuman juga pantas diberikan pada pengedar yang membawa narkoba dengan jumlah banyak. Misalnya sudah membawa narkoba hingga beberapa kilogram. 

"Bayangkan, kalu dia membawa sampai ratusan kilo, kalau orang seperti ini dibiarkan hidup bisa mengancam jutaan orang, mana yang lebih kejam?" katanya. Apalagi jika jenis narkoba yang dibawa benar-benar membahayakan seperti sabu, morfin atau morfin.

Pilihan untuk menjatuhkan pidana mati menurut Surya sudah sesuai dengan hukum dan tidak melanggar HAM. Jika ada yang menuding melanggar HAM, Surya justru mempertanyakan sisi HAM yang mana atau siapa yang dilanggar.

Hak jutaan orang juga harus lebih dihormati dibandingkan hak satu orang bandar narkoba.

"Hak untuk hidup tidak bisa dikurangi dalam keadaan apapun kepada siapapun. Tapi hak dijamin sepanjang orang yang bersangkutan menghormati hak hidup org lain," kata Surya.

Lebih jauh, guru besar ilmu hukum Universitas Hasanudin ini menjelaskan, putusan hakim menjatuhkan hukuman mati dilindungi oleh konstitusi. Ini sudah diuji materi aturan pidana mati oleh Hakim Mahkamah Konstitusi (MK). 

Dalam putusannya, hakim MK manyatakan sah sehingga bisa diartikan pidana mati konstitusional. Selain itu, kata Surya, hukum positif masih membenarkan pidana mati. Karena itu ia berharap hakim tidak disalahkan jika satu saat menjatuhkan hukuman mati.

Hukuman mati produsen dan pengedar narkoba diatur dalam Undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Dalam undang-undang ini, ada enam pasal yang mengatur hukuman pidana mati yakni pasal 113, 114. 116, 118, 119, dan 121.

Jika hukuman berat pantas diberikan pada produsen dan pengedar, namun tidak untuk kurir atau pecandu. Keduanya pantas mendapat mempertimbangan hukuman. Misalnya dengan mendapatkan rehabilitasi saja.

"Berapa masa rehabilitasi itu diskresi hakim tergantung fakta persidangan, yang penting syarat rehabilitasi terpenuhi," kata Surya.

Data Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat, sejak 2004 hingga 2008 sedikitnya sebanyak 19 orang telah divonis mati oleh hakim. Mayoritas dari mereka adalah tersangka penyalahgunaan narkoba. Selama kurun waktu 2008 hingga 2013 moratorium hukuman mati sempat diterapkan.

Namun, pada tahun 2013, vonis mati kembali dijatuhkan pada lima orang terdakwa. Salah satunya, warga negara Inggris, Lindsay Sandiford. Wanita berusia 56 tahun yang divonis hukuman mati lantaran menyelundupkan lima kilogram kokain dari Eropa ke Bali. 


(http://www.cnnindonesia.com/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar