Barang bukti narkoba di Polres Pelabuhan Tanjung Priok
Dalam upaya memberantas peredaran gelap narkotika, Badan Narkotika Nasional (BNN) tak hanya membekuk dan menjerat anggota sindikat dengan ancaman hukuman seberat mungkin dan menyita barang bukti narkotika, tetapi juga berupaya memiskinkan para bandar narkoba.
Pemiskinan yang dilakukan melalui jeratan tindak pidana pencucian uang (TPPU) ini bertujuan agar para bandar tak mampu lagi menjalankan bisnis haram mereka karena terbatasnya kemampuan finansial.
Kepala BNN, Komjen Pol Anang Iskandar menyatakan, selama empat tahun terakhir, pihaknya telah menyita aset bandar narkoba sebesar Rp 163,1 miliar. Jumlah itu berasal dari 40 kasus TPPU yang menjerat para bandar.
"Hasil pengungkapan TPPU sebanyak 40 kasus dengan nilai aset yang disita sebesar Rp 163,1 miliar," kata Anang kepada SP di Gedung BNN, Jalan MT Haryono, Jakarta Timur, Jumat (27/6).
Dikatakan Anang, setiap mengungkap sebuah jaringan narkoba, BNN bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri kekayaan para bandar. Penyelidikan terhadap aset bandar narkoba dilakukan secara terpisah dengan kasus narkoba yang menjerat para bandar.
Salah satu kasus TPPU yang berasal dari tindak pidana narkotika yang ditangani BNN adalah penyitaan aset atas nama tersangka Faisal yang ditangkap pada Maret 2013 lalu. Aset senilai Rp 29,9 miliar yang terdiri dari uang tunai, rekening, dan barang berharga milik Faisal disita BNN.
"Kasus TPPU diberkas terpisah dari kasus narkoba. Setelah terdeteksi ada aset dari hasil narkoba maka diberkas dan diajukan ke pengadilan," ungkap Anang.
Setelah kasus pencucian inkracht di pengadilan, aset para bandar dikembalikan dengan dikumpulkan dalam satu rekening. Nantinya aset tersebut digunakan untuk membiayai berbagai program Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN).
"Dikumpulkan di rekening negara. Aset inilah yang kelak bisa dimanfaatkan untuk P4GN," jelasnya.
Lebih jauh Anang mengatakan, secara total selama empat tahun, terdapat 108.701 kasus kejahatan narkoba yang diungkap pihaknya. Dari jumlah tersebut terdapat 134.117 orang yang ditetapkan sebagai tersangka.
"Dalam kurun waktu empat tahun terakhir, telah diungkap kasus kejahatan narkoba dengan jumlah tersangka dan barang buktiyang cukup besar. Namun, hasil tersebut masih relatif kecil dibanding narkoba ilegal yang beredar di masyarakat," ungkapnya.
Anang menyatakan, upaya pemberantasan terhadap jaringan peredaran gelap narkoba hingga ke akarnya secara agresif harus terintegrasi secara seimbang dengan upaya pencegahan pada masyarakat yang belum menggunakan narkoba.
Selain itu, pihaknya juga terus berupaya untuk merehabilitasi secara medis dan sosial bagi masyarakat yang telah terlanjur mengonsumsi narkoba.
Menurutnya, para pecandu dan penyalah guna merupakan laskar terdepan dari jaringan peredaran gelap yang jumlahnya tidak akan berkurang jika tidak dipulihkan. Untuk itu, dalam peringatan Hari Anti Narkoba Internasional 2014, BNN mengambil tema Drug Use Disorder Are Preventable and Treatable atau pengguna narkoba dapat dicegah dan direhabilitasi.
"Tema ini mengandung harapan agar masyarakat tidak salah memandang pengguna narkoba. Mereka adalah orang yang dapat dicegah dan direhabilitasi," jelasnya.
Dalam kurun waktu empat tahun, kata Anang, dari angka pravalensi penyalah guna di Indonesia sebesar 2,2 persen atau sekitar 4,2 juta, baru sebanyak 34.467 penyalah guna yang telah direhabilitasi.
Untuk itu, bersama enam instansi, seperti Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Hukum dan HAM, Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Kepolisian, BNN menandatangani peraturan bersama tentang penanganan pecandu dan korban penyalagunaan narkotika ke dalam lembaga rehabilitasi.
Peraturan bersama yang mulai diimplementasikan pada Agustus nanti di 16 kota pilot project tersebut, pecandu dan penyalah guna dapat direhabilitasi tanpa harus dipenjara. (www.beritasatu.com)