Tuak merupakan sadapan dari pohon enau atau aren (Arenga pinnata). Sadapan itu disebut nira. Jenis tuak dibagi dua menurut resep pembuatan, yakni tuak manis dan tuak pahit (mengandung alkohol). Nira yang baru diambil dari pohon berasa manis. Sedangkan nira pahit harus ditangkar terlebih dahulu beberapa hari, sehingga kandungan gulanya berubah menjadi alkohol.
Bagi lelaki Batak di kampung halaman, tuak manis ataupun pahit sudah menjadi minuman keseharian. Sari nira ini juga disuguhkan saat perayaan-perayaan besar. Di rantauan orang Batak juga sulit melupakan nikmatnya minum tuak. Di pelbagai wilayah rantau tak jarang ditemui warung-warung penjual tuak. Inilah yang membuat tuak identik dengan Batak. Sampai-sampai tuak memiliki panggilan popular Tuak Batak. Tuak semakin ditahbiskan “milik” masyarakat Sumatera Utara, sebab disana terdapat cerita legenda tentang klausul pohon enau.
Syahdan, di sebuah desa Tanah Karo hidup dua saudara yatim piatu bernama Tare Iluh dan Beru Sibou. Karena orang tuanya sudah tiada, mereka hidup bersama bibinya. Saat dewasa, Tare Iluh sebagai anak laki-laki berkeinginan merantau supaya bisa mengurangi beban pengasuhnya, syukur-syukur nantinya hasil dari merantau bisa untuk membantu kerabat. Namun, di tanah rantau, Tare Iluh malah asik berjudi. Uang upah kerjanya ludes akibat keranjingan judi, sampai-sampai ia berhutang sana-sini hanya untuk main judi. Makin lama hutangnya menumpuk. Tare Iluh tidak mampu membayar, ia akhirnya dipancung oleh penduduk setempat.
Kabar penderitaan Tare Iluh sampai ke telinga adiknya. Beru Sibou begitu sedih mendengarnya, ia nekad mencari meski tidak tahu dimana desa tempat abangnya dipancung. Berhari-hari gadis itu berjalan kaki tanpa arah, susur hutan, dan menyeberangi sungai, namun hasilnya nihil. Hingga suatu hari ia bertemu dengan seorang kakek dan menanyakan dimana desa tempat abangnya dipancung. Kakek tersebut tidak tahu, ia menyarankan kepada Beru Sibou agar mencari pohon tinggi lalu menaikinya. Sesampai diatas berteriaklah sekencang-kencangnya agar didengar sang kakak atau orang yang lewat.
Setelah mendapati pohon, Beru Sibou naik dan berteriak keras memanggil kakaknya. Namun tidak seorangpun mau mendengarnya. Beru Sibou pasrah dan memohon kepada Tuhan, ia merelakan semua bagian tubuhnya dimanfaatkan penduduk yang dihutangi abangnya. Lalu tubuh Beru Sibou pun berubah menjadi pohon enau. Air matanya menjadi nira yang berguna sebagai minuman. Rambutnya menjadi ijuk yang dapat dimanfaatkan untuk atap rumah. Tubuhnya menjelma menjadi pohon enau yang dapat menghasilkan buah kolang-kaling untuk bahan makanan atau minuman. (https://ceritradisi.wordpress.com)
sumber: dumalana.com | wikipedia.org
penulis: Iswarta B. Pangukir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar