Menjelang akhir tahun di kota Tokyo, saya kerap
mendapat undangan dari kawan-kawan Jepang untuk menghadiri pesta
“bonenkai”. Awalnya saya bingung, ini pesta apa lagi. Maklum, di Jepang
banyak sekali istilah pesta atau pertemuan yang berbeda-beda di setiap
kesempatan atau musim.
“Bonenkai” adalah acara berkumpul bersama yang dilakukan setiap akhir tahun. Secara harafiah, bonenkai berarti melupakan. Dengan melaksanakan bonenkai,
berarti kita berupaya untuk melupakan hal-hal buruk yang terjadi di
tahun yang akan kita tinggalkan. Dengan kata lain, bonenkai adalah pesta
melupakan tahun lalu. Sementara itu, ada lagi pesta yang namanya
“Shinnenkai”. Ini artinya, pesta menyambut tahun baru. Biasanya
dilaksanakan setelah tahun baru.
Bonenkai diadakan bersama dengan rekan kerja,
kolega, sahabat, ataupun keluarga. Acara inti dari pesta ini adalah
berkumpul, lalu makan dan minum sebanyak-banyaknya, bahkan kerap kali
sampai mabuk.
Meski bonenkai sudah bisa dilakukan sejak awal
bulan, eskalasinya meningkat dalam dua minggu terakhir Desember. Seorang
kawan bahkan ada yang bercerita dalam semalam bisa melakukan pesta
bonenkai hingga tiga kali. Saya sendiri dalam satu minggu
lalu menghabiskan setiap malam dengan bonenkai. Akibatnya, pesta
bonenkai bisa jadi sangat melelahkan.
Meski melelahkan, bonenkai sangat menyenangkan
karena kita bisa saling bercerita santai dan terbuka dengan kawan-kawan
Jepang. Selama ini saya mengenal mereka di meja rapat ataupun pekerjaan.
Umumnya orang Jepang sangat kaku dan serius kalau
sudah menyangkut pekerjaan. Selama satu tahun berhubungan dengan mereka,
jarang sekali kita rapat sambil tertawa-tawa saking seriusnya berbagai
pembahasan. Namun di pesta bonenkai ini, mereka seperti menjadi manusia
biasa. Tertawa, bercanda, dan penuh dengan cerita-cerita ringan.
Satu ciri khas dari pesta bonenkai adalah tradisi minum-minum. Orang Jepang suka sekali minum alkohol, seperti bir atau sake. Karena saya tidak minum alkohol, biasanya saya selalu memesan minuman non alkohol. Bahkan sekarangpun sudah ada bir yang non alkohol, tanpa alkohol sama sekali. Orang Jepang sangat mengerti dan memahami apabila kita tidak ikut minum bir bersama mereka. Pesta tetap berlangsung meriah.
Sebelum memulai minum, tradisi orang Jepang adalah
melakukan “Kanpai”. Ini dilakukan dengan menyentuhkan gelas kita ke
gelas kawan yang lain. Kata “kanpai” ini diambil dari bahasa Cina, yang
berbunyi “Kanpe”. Kata “Kan” artinya mengosongkan, sementara “Pai“
artinya gelas. Jadi Kanpai berarti mengosongkan gelas. Dalam bahasa
Inggris kerap disebut “bottoms up”. Minum sampai habis.
Namun ada juga etiket-etiket dalam bonenkai,
khusunya kalau kita diundang dalam bonenkai yang semi formal. Etiket
pertama adalah, jangan pernah menuang minuman kita sendiri. Kita harus
selalu menuang minuman ke gelas rekan kita. Ini mengandung arti,
utamakan orang lain dari diri kita sendiri.
Etiket kedua terletak dari cara kita menuangkan
minuman ke rekan kita. Telapak tangan kita harus menghadap orang yang
kita tuangi minuman. Menuangkan minuman juga sebaiknya dengan dua
tangan. Satu tangan di dasar botol dan satu tangan menggenggam botol.
Jangan sekali kali menuang dengan satu tangan. Itu tidak sopan. Kalau
gelas kita dituangi oleh rekan kita, maka kita harus mengangkat gelas
itu sebelum meminumnya. Hal itu untuk menghormati dia.
Etiket lainnya adalah, gelas kawan kita jangan
pernah dibiarkan kosong. Isi dan isi terus. Kalau habis, pesankan lagi.
Terus begitu untuk menghormatinya. Nah, kalau kita ingin berhenti, cukup
biarkan gelas kita terisi penuh. Maka teman kita tidak akan menuanginya
lagi.
Minum-minum memang menjadi bagian tak terpisahkan
dari bonenkai. Akibatnya, setiap malam bonenkai, banyak terlihat orang
Jepang mabuk di jalan. Usai pesta bonenkai, biasanya kereta api di kota
Tokyo penuh dengan pria berjas rapi yang mabuk.
Bau alkohol kerap anyir di dalam gerbong. Saya
pernah pulang naik kereta jam 12 malam. Di satu gerbong isinya hampir
sebagian orang mabuk. Untungnya orang mabuk di Jepang sangat sopan.
Meski mabuk, mereka tidak mengganggu orang. Dan yang mengagumkan, ada
yang mabuk tapi tetap membuang sampah pada tempatnya. Saat itu ia
membuang kaleng bir di tempat sampah. Itupun ia masih sanggup membuang
di tempat sampah khusus kaleng (tempat sampah di Jepang dibagi-bagi
menurut jenis sampah). Luar biasa.
Meski pada prinsipnya bonenkai adalah pesta
minum-minum, ia mengandung makna yang penuh arti. Esensi bonenkai adalah
membiarkan permasalahan di masa lalu itu berlalu. Kita tak bisa
mengubah masa lalu. Seorang kawan mengatakan bahwa “Bonenkai” mengajak
kita untuk menghentikan hidup pada masa kini, dan memandang ke depan.
Janganlah kita berkutat dengan masa lalu, apalagi masa lalu yang buruk.
Hal itu hanya akan membebani pikiran dan kreativitas kita.
Orang Jepang sejak lama belajar bahwa mengutak atik
masa lalu hanya akan membuat bangsa Jepang tertinggal dari bangsa lain.
Oleh karena itu, mereka lebih mementingkan saat ini dan ke depan.
Yah memang bagus esensi dari bonenkai. Tapi kalau
bisa sih jangan sampai mabuk kalau pesta bonenkai. Sebab, esensi dari
bonenkai adalah melupakan hal-hal buruk. Nah kalau mabuk, bukan hanya
yang buruk, hal-hal yang baik juga bisa lupa semua nanti hehehe….
Akhirul kata, ada dua ucapan tahun baru di Jepang. Sebelum berganti tahun, orang Jepang mengatakan, “Yoi Otoshi wo Omukae Kudasai”, yang artinya kira-kira, “Semoga Tahun Depan Menjadi Tahun yang Lebih Baik”. Dan setelah memasuki tahun baru, mereka mengucapkan “Akemashite Omedetou Gozaimasu”, yang artinya, selamat tahun baru !!
Bagi rekan Kompasianer sekalian, dalam kesempatan ini saya sekaligus ingin mengucapkan “Yoi Otoshi Wo Omukae Kudasai!”… Semoga tahun depan menjadi tahun yang lebih baik. “Rainen mo yoroshiku onegaishimasu”… Semoga persahabatan kita menjadi lebih baik lagi di tahun depan.
Salam
(http://sosbud.kompasiana.com/)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar