Minuman keras atau miras oplosan banyak memakan korban nyawa baik di kota mau pun di desa. Miras oplosan sendiri merupakan sebutan miras yang sudah dicampur dengan berbagai merek minuman lain atau bahan lain, di Jawa Timur yang paling populer adalah Cukrik.
Cukrik ini harganya memang jauh lebih murah meriah dibanding miras lokal atau pun keluaran merek internasional, bermerk seperti Brendy, Whisky, Johnnie Walker, London Dry Gin Beefearter, Gordons Dry Gin ataupun Vodca, bahkan Cap Topi Miring sekalipun.
Miras oplosan biasanya mengambil miras dasar jenis arak, yang dibuat secara industri rumahan, dengan memakai kadar alkohol yang relatif tinggi, berkisar sekitar 45-50 persen. Miras ini kemudian dikemas sederhana dengan kantung plastik dan atau bekas botol kemasan plastik maupun botol kaca bekas.
Sifat memabukkannya relatif cepat, karena kadar alkoholnya sangat tinggi. Namun bagi pemabuk yang sudah setiap hari biasa mengkonsumsi miras oplosan, akan merasa lebih seru jika miras oplosan itu dicampur lagi tidak saja dengan miras merek lain, minuman berenergi, dan atau ditambah dengan ethanol. Tidak jarang, agar dinilai pesta miras itu berkasta tinggi, maka terkadang pula dicampur dengan serbuk pentol korek api, balsem dan juga zat pewarna kain.
“Itu merupakan hasil penelitian di laboratorium forensik dari sejumlah sampel miras oplosan yang diambil dari beberapa kasus tewasnya para korban miras oplosan di Jatim,” ujar Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Awi Setijono.
Ia lalu menunjuk tewasnya 14 dari 17 orang peserta pesta miras oplosan di Menanggal, Surabaya, pesta miras oplosan yang menewaskan 19 dari 29 orang pesertanya di Mojokerto, dan juga di beberapa kota lainnya di Jatim, seperti di Kediri, Tulungagung, termasuk pesta miras oplosan di Lawang, Kabupaten Malang yang merenggut 9 dari 14 orang pesertanya, tambahnya.
Menurut dia, sudah hampir setiap saat aparat kepolisian kewilayahan melakukan operasi atau razia peredaran miras, utamanya miras oplosan. Pembuatnya (home industry) dan penjual atau pengedarnya juga ditindak, dan barang buktinya juga dimusnahkan. Namun sama dengan aksi kejahatan lainnya, satu dua ditindak, tiga empat yang lain muncul.
“Ini dikarenakan konsumen miras tetap ada walau mereka menjual dan membelinya secara sembunyi-sembunyi. Miras ini tidak ubahnya seperti peredaran narkoba,” tambahnya.
Kasus kematian akibat menenggak miras oplosan di Surabaya cukup banyak. Seperti di Menanggal akhir Desember 2013 yang lalu dengan merenggut 14 dari 17 orang peserta pesta miras oplosan, disusul kemudian dengan peristiwa tewasnya 19 dari 29 orang peserta pesta miras di Mojokerto. Lalu Januari 2014 serta terakhir kasus pesta miras oplosan di Lawang yang merenggut 9 dari 14 orang pesertanya, April 2014 yang lalu, untuk selanjutnya sudah bisa disebut, menurun drastis hingga Desember 2014 ini.
“Itu berkat terus-menerus dilakukan operasi miras dengan menangkap produsennya, lalu menyeret mereka ke meja hijau,” ujar Awi. (www.beritasatu.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar