15 September 2015

Lomba Minum Bir sampai Mati


 Sebuah ajang lomba minum bir mengantarkan seorang gadis muda cantik jelita ke alam baka. Setelah menghabiskan beberapa botol, Jenna Foellmi tidur dan tak pernah bangun lagi.

Insiden itu berlangsung 14 Desember 2007. Tetapi, itu bukan satu-satunya di Amerika. Pagi itu, setelah semalaman berpesta di Johnson Street, Jenna (20) dan beberapa teman sebayanya tertidur bergelimpangan di ranjang dan sofa. Ketika salah satu gadis mencoba membangunkan Jenna, tubuh Jenna kaku dan dingin.

Mahasiswi biokimia di Winona State University itu diketahui tewas akibat keracunan alkohol pada 14 Desember atau sehari setelah menyelesaikan ujian terakhirnya semester itu. Menurut polisi, malam sebelumnya Jenna menghabiskan tiga botol bir, setelah itu ikut lomba minum bir (beer pong). Belum cukup, ia masih menenggak beberapa gelas vodka.

Bagi keluarga dan teman-temannya, kematian Jenna sangat tragis. Namun, peristiwa semacam itu jamak di Amerika Serikat. Analis di Associated Press meneliti catatan federal yang menemukan bahwa 157 anak usia mahasiswa (18-23 tahun) mabuk sampai mati pada tahun 1999 hingga 2005. Ini angka terakhir yang tersedia. Angka ini meningkat dua kali lipat dari 18 orang pada 1999 menjadi 35 orang pada 2005. Angka terendah tercatat pada 2001, yaitu 14 orang. Selama rentang tujuh tahun itu, 83 korban berusia di bawah batas usia yang diizinkan minum alkohol, yaitu 21 tahun.

"Selalu saja ada masalah di kalangan anak muda dan alkohol, tetapi tampaknya sekarang sedikit lebih intens dibandingkan sebelumnya," kata Connie Gores, wakil presiden untuk masalah mahasiswa di Winona  State University.

Analisis lainnya menyebutkan, akibat minum terlalu banyak, kadar alkohol dalam darah rata-rata 0,40 persen atau lima kali lipat dari batas yang diizinkan untuk mengemudi kendaraan. Pada setiap kasus, teman mereka tahu bahwa korban mabuk berat lalu menidurkan mereka di tempat tidur.  "Teman-temannya waktu itu bersama dia. Jadi mereka tidak meninggalkannya sendirian. Dia tidur dan ngorok. Setelah itu dia tak bangun lagi," kata Kate Foellmi, ibu Jenna.

Angka-angka yang disajikan pemerintah federal tidak menyebutkan para korban mahasiswa atau bukan. Namun, pada data tahun 2006 oleh National Survey on Drug Use and Health menunjukkan bahwa pemuda usia 18-22 tahun yang kuliah penuh lebih berpeluang terlibat pesta minum minuman keras dibanding yang bukan. Ditemukan juga data bahwa mahasiswa baru paling berisiko, yaitu 11 dari 18 mahasiswa baru tewas saat mabuk pada semester pertama kuliah.

Scott Walter, profesor tentang perilaku anak muda di Texas School of Public Health, mengatakan, mahasiswa baru selalu ingin mencoba hal baru. "Banyak juga mentalitas bahwa ketika seseorang masih di bawah 21 tahun dan memegang minuman beralkohol, Anda harus meminumnya karena Anda tidak akan pernah tahu kapan akan mendapatkannya lagi," kata Walters.

Salah satu praktik mematikan adalah terkait usia 21 sebagai batas minimal orang boleh mabuk. Dari data, 11 orang , termasuk delapan mahasiswa, tewas ketika merayakan ulang tahun ke-21. "Usia 21 tahun sudah menjelang, tetapi kami tidak tahu soal 21 tenggak," kata Cindy McCue, yang kehilangan anak laki-lakinya, Bradley, mahasiswa baru di Michigan State University pada 1998. Ia diketahui menenggak 21 gelas kurang dari dua jam.

Dipicu kejadian itu, keluarga McCue membentuk sebuah organisasi nonprofit Be Responsibel About Drinking (BRAD) yang bertujuan mendidik anak muda tentang bahaya minum sampai mabuk. Yayasan ini menciptakan kartu ulang tahun untuk memperingatkan anak muda agar merayakan ulang tahun ke-21 mereka secara bertanggung jawab.

Negara bagian Minnesota pun mengeluarkan peraturan yang melarang siapa pun menyediakan minuman beralkohol bagi orang yang menginjak 21 tahun sampai pukul 08.00 pada hari mereka berulang tahun. Aturan ini menghalangi konsumen yang akhirnya boleh minum alkohol pada tengah malam untuk minum sebanyak mungkin sebelum bar tutup. Sejumlah negara bagian lain menetapkan aturan yang sama.

Pada kasus Bradley McCue, yang keluar pada tengah malam ketika ia menginjak 21 tahun, bartender terus melayaninya minum meskipun ia sudah mengalami keracunan. Akhirnya pemilik bar didakwa dengan tuduhan memberikan alkohol pada orang yang sudah keracunan dan dakwaan lain. Si pemilik bar pun akhirnya mau membayar denda 50.000 dollar, tutup selama 30 hari, dan memecat sejumlah karyawannya.

Jenna Foellmi bekerja keras selama sekolah, masuk dalam daftar dekan dalam satu semester. Saat SMA, Jenna menjadi anggota organisasi Siswa Melawan Keputusan Merusak. "Dia bukan anak yang mengkhawatirkan. Saya bangga padanya," kata Kate Foellmi.

Pada 13 Desember pagi, Jenna menyelesaikan ujian akhir fisika dan menelepon Kate sambil berteriak, "Saya lolos." Ia pun mengatakan kepada sang ibu bahwa ia akan minum bir. "Saya jawab, 'Kamu layak mendapatkannya'," kata Kate.

Seberapa banyak Jenna menenggak bir, tidak jelas benar. Tim forensik tidak mengungkap kadar alkohol dalam darahnya dan hanya mengatakan 'tidak cocok untuk hidup'.
sumber: http://internasional.kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar