Dari tol jagorawi, kendaraan yang saya tumpangi bersama petugas BNN (Badan Narkotika Nasional) keluar dan kemudian menuju ke arah Sukabumi. Tujuan perjalanan sore ini adalah kawasan Lido dimana terdapat tempat rehabilitasi pencandu narkoba yang dikelola oleh BNN. Sebenarnya
jaraknya tidak terlalu jauh dari keluar tol Jagorawi, namun jalan yang
sempit walaupun mulus dan banyaknya kendaraan membuat kendaraan harus
merayap dan sekitar satu jam setelah keluar tol barulah kami tiba di
Sekolah Polisi Negara di Lido.
Setelah melewati Sekolah Polisi ini, kendaraan masih terus lagi sekitar 100 atau dua ratus meter sampai sebuah petunjuk jalan bertuliskan UPT T & R BNN yang berlamatkan di desa Wates Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor. Petunjuk
jalan ini menyarankan kita untuk belok kekiri sejauh kurang lebih 1 km
memasuki jalan sempit yang mendaki dengan suasana perkampungan yang
padat. Tidak berapa lama
kemudian, di sebelah kanan jalan kita melihat kawasan diklat BNN yang
sangat luas sebelum akhirnya sampai di pertigaan . Di pertigaan ini
kendaraan belok kanan dan tiba di pintu gerbang tempat yang dituju. Disini terpapmpang dengan jelas nama tempat ini UPT Terapi &Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional.
Di tempat penjagaan, setelah
melapor ke petugas dan menukar tanda pengenal dengan kartu tamu, kami
diperbolehkan masuk ke kompleks yang sangat luas dan asri. Udara segar
kawasan Lido memang cukup nyaman untuk dinikmati sore itu, namum
perhatian saya lebih pada fasilitas yang ada disini.
Sebuah jalan utama yang sepi menyambut semua
pengunujung, baik pecandu narkoba yang mau di rehabilitasi, maupun
keluaraga dan pengantar. Di sebelah kiri terlihat, deretan guest house
dan juga rumah dinas pejabat dan karyawan yang bertugas di sini. Sedangkan di sebelah kanan terlihat bangunan dan fasilitas olah raga dan juga gedung serbaguna yang cukup megah.
Dengan kendaraan, kami menyusuri jalan utama dan kemudian menuju ke bangunan utama yang terlihat berlantai tiga. “Unit Terapi dan Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional” , nama resmi lembaga ini terpampang megah di depan gedung utama dengan kawalan sang saka merah putih yang berkibar dengan gagah di depannya . Namun kami harus melaopr di pos petugas melalui pintu samping.
Di sini , suasananya mirip dengan sebuah rumah
sakit, karena yang pertama kami kunjungi adalah dokter yang sedang piket
sore itu. Fasilitas untuk tes urine, darah, dan beberapa kamar periksa
terlihat di sini. Kalau kita masuk ke dalam bangunan utama , terlihat di
dinding prosedur yang harus dilalui seorang pecandu agar bisa
direhabilitasi dan kembali ke masyarakat. Sebuah tangga bisa membawa
kita ke atas ataupun ke lantai dasar. Lantai dasar merupakan tempat
tinggal “resident” wanita. Sehingga bagi pria benar-benar dilarang
masuk. Tertulis dengan jelas di dinding dekat tangga menuju lantai
bawah.
Di lantai atas terdapat ruang perkantoran,
auditorium, kafetaria, dan juga sebuah musholla. Dari sini kita bisa
melihat ruang beranda di lantai bawah. Sore itu, suasana sangat sepi di perkantoran dan juga auditorium, maklum waktu sudah hampir magrib dan bukan waktu kerja lagi.
Saya kembali ke halaman di dekat pos penjaga. Sebuah ambulance tampak parkir manis di dekat lobby. Di sebelah kiri bangunan di daerah yang letaknya lebih rendah dari bangunan utama ini terdapat beberapa bangunan yang menjadi tempat tinggal “resident” pria.
Di situ juga terdapat sebuah mesjid darimana azan magrib sudah
terdengar. Namun masjid itu digunakan khusus untuk resident sehingga
tamu dan pengunjung tidak diperbolehkan masuk. Saya hanya sempat
mengintai dari kejauhan kegiatan mereka.
Proses rehabilitasi di sini berlangsung dalam kurun
waktu yang fleksibel untuk setiap resident. Pada umumnya untuk pecandu
yang masih ringan, waktu enam bulan sudah dianggap cukup dan memadai.
Namun bagi “Susanto” (bukan nama sebenarnya), seorang resident yang berasal dari pulau Sumatrea waktu itu dianggap belum cukup. “Saya lebih suka tinggal disini, karena kalau saya keluar takut kambuh lagi”,
demikan jawab sungkat Suasanto yang saat ini berperan menjadi
pembimbing atau counselor bagi pecandu yang baru masuk. Dia sendiri
sudah sangat sadar bahwa menggunakan narkoba hanya akan merusak diri,
masa depan dan juga kehidupan keluarganya. Dia bertekad untuk menjauhi
barang haram ini kalau nanti keluar dari pusat rehabilitasi di Lido ini.
Sesuai dengan visi BNN bahwa Indonesia harus
bersama dengan negara ASEAN lainnya bebas narkoba pada 2015, maka kita
sangat mendukung sekali apa yang dilakukan oleh pemerintah khususnya BNN
dengan slogan yang sangat ampuh. Yaitu memberikan tempat kepada pecandu di rehabilitasi bukanlah di penjara. Kalau
kita melihat fasilitas dan suasana yang ada di UPT dan Rehabilitasi BNN
ini, kita yakin bahwa tujun yang sangat mulia itu akan bisa tercapai.
Hanya satu yang perlu disimak, yaitu terbatasnya
kapasitas di BNN Lido dan beberapa tempat rehabilitasi yang dimiliki
oleh pemerintah. Pemerintah dan BNN bekerjasama dengan semua pihak harus
mendukung lebih banyak lagi tempat seperti di Lido ini. Dengan demikian
jumlah prevalensi alias pengguna narkoba akan terus turun sesuai
cita-cita dan visi Indonesia Bebas Narkoba 2015.
Tempat
rehabilitasi Lido memang indah dan nyaman . Tentu saja karena letaknya
di pegunungan yang sejuk dan membuat hati nyaman. Temat seperti inilah
yang harus dikunjungi oleh pecandu dan bukanlah penjara. Karena penjara
hanya akan membuat mereka meningkat statusnya menjadi pengedar?
Bagi yang sudah terlanjur terjerat rangkulan maut
narkoba, rehabilitasi adalah jalan yang ampuh untuk menyembuhkannya dan
mengembalikan mereka ke masyarakat. Tempat pecandu adalah di
rehabilitasi dan bukan di penjara. Sedangkan bagi anda yang belum pernah
berkenalan dengan narkoba, jangan sekali-kali mencoba nya, karena
sekali terjerumus, akan sangat susah untuk keluar dari jeratnya. Kalau
kita masih bisa hindarilah tempat rehabilitasi ini! (Ratna Dewa/unik.kompasiana.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar