Fakta yang cukup mencengangkan terungkap dari hasil penelitian yang dilakukan Pusat Kajian Kriminologi FISIP UI bersama Gerakan Nasional Anti-Miras (GeNAM). Dari data kualitatif menunjukkan bahwa akses mendapatkan miras yang terlalu mudah merupakan alasan utama mengapa remaja berada dalam pengaruh miras pada saat melakukan tindakan kriminal dalam hal ini pembunuhan.
“Dari wawancara mendalam yang kita
lakukan terhadap 13 orang remaja yang mengonsumsi miras pada saat
melakukan tindakan kriminal pembunuhan, ditemukan fakta yang cukup
mengerikan. Mereka begitu mudahnya membeli miras dan sama sekali tidak
terawasi oleh keluarga maupun lingkungan sosialnya,” ujar Ketua GeNAM
Fahira Idris saat membagikan 100 buku Anti Miras berjudul Say: No,
Thanks, kepada para pelajar pada saat car free day, di Bundaran Hotel
Indonesia, Jakarta, (23/03).
Penelitian ini juga menemukan, data
pemberitaan media massa sebanyak empat persen kejahatan di Jakarta
sepanjang 2013 dilatarbelakangi oleh konsumsi miras. “Statistiknya masih
kecil, karena basis data penelitian kita masih lewat pemberitaan salah
satu media cetak lokal jakarta. Namun, dalam perspektif perlindungan
anak, ini mengkhawatirkan dan menujukkan masih belum bersahabatnya Kota
Jakarta terhadap perlindungan anak-anak kita dari miras,” katanya.
Fahira Idris mengatakan, solusi dari
marajelalanya miras dikalangan remaja adalah ada intervensi negara dalam
mengendalikan produksi, distribusi, dan penjualan miras dan melarang
tegas menjual miras kepada remaja kita.”Saya sangat apresiasi beberapa
kepala daerah yang berani membuat terobosan membuat Perda yang melarang
100 persen miras beredar di daerahnya,” ujar perempuan yang juga dikenal
sebagai aktivitas sosial yang concern kepada persoalan anak dan
perempuan ini.
Menurut, Fahira, kepala daerah yang lain
tidak perlu takut membuat Perda Anti Miras, karena Perpres No.74/2013
tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol mempunyai poin
khusus, dimana kepala daerah diberikan wewenang untuk mengatur peredaran
miras sesuai dengan kondisi kulturnya. “Ini artinya menurut saya, kalau
bupati/walikota mau melarang 100 persen miras di daerahnya, itu
kewenangan mereka,” kata penulis Buku Anti Miras berjudul Say: No,
Thanks ini.
Solusi kedua, lanjut Fahira, adalah
kebijakan pengendalian individu (personal control policy) yaitu yang
dilakukan melalui membuat berbagai aturan misalnya melarang mengendara
kendaraan saat dalam pengaruh miras, memberikan layanan rehabilitasi
bagi pengguna alkohol dan yang penting edukasi bahaya miras terutama
kepada kalangan remaja.
“Seperti yang dilakukan GeNAM sekarang.
Kami mengedukasi bahaya miras kepada remaja lewat buku yang ditulis
dengan bahasa sehari-hari mereka agar mudah dicerna dan dipahami. Kami
juga sosialisasi langsung ke sekolah hingga RT/RW,” ujar Fahira lagi.
Sementara itu, Kepala Pusat Kajian
Kriminologi FISIP UI Iqrak Sulhin mengatakan, dalam kajian kriminologi,
peran alkohol sebagai faktor kriminogen ini dapat dibedakan ke dalam dua
kategori besar, yaitu; berperan langsung dan pemercepat. “Meskipun
sejumlah penelitian hanya menyatakan bahwa alkohol adalah fasilitator
kejahatan, namun banyak penelitian lainnya memberikan konfirmasi adanya
pengaruh langsung dalam kasus kejahatan kekerasan,” ungkapnya. (www.jpnn.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar