Minuman keras tradisional Lapen manis beraroma buah yang dijual Sakti Darmianto begitu laris di masanya. Penggemar minuman ini kebanyakan anak muda. Namun laki-laki berusia 54 tahun itu tak asal menjual kepada sembarang orang.
"Kalau yang datang ngomong-nya sudah pelat-pelat (tidak karuan), gak bakal saya kasih," kata dia menceritakan kembali pengalaman berdagang lapen, Jumat, 17 Januari 2014.
Sakti memilih berhenti berjualan Lapen sejak tiga tahun lalu. Minuman oplosan alkohol dan air yang dijualnya dianggap telah mengakibatkan kematian sejumlah peminumnya. Akibatnya dia harus berurusan dengan masalah hukum. Dia dihukum 21 bulan.
Sakti mengatakan, calon pembeli yang bicaranya seperti itu bisa dipastikan sudah "melayang" akibat menelan pil. Sehingga, mereka tak boleh minum minuman oplosan semacam Lapen. Jika memaksakan, dampaknya bisa fatal. "Mereka minum lapen hanya untuk surungan (dorongan)," katanya.
Khawatir dampak fatal yang ditimbulkan setelah minum lapen, Sakti tak ragu menolak pembeli yang sakaw. Ia ingat, aturan semacam itu muncul dari para pelanggan sendiri. "Mereka sendiri yang buat aturan, bukan saya."
Isi aturan itu, jika ada calon pembeli yang datang terlihat usai menelan pil akan disuruh pulang. "Yang ngusir mereka sendiri," katanya.
Di warungnya dulu, lapen strowberry dan rasa mentol paling laku dibanding rasa buah lainnya. Meracik lapen, bagi Sakti, bukanlah hal baru. Bapaknya pembuat lapen. "Tapi tak dijual," katanya menolak menyebut nama bapaknya yang sudah meninggal.
Ia mengatakan bapaknya membuat lapen untuk teman-temannya. Dulu semasa bapaknya masih hidup, halaman rumahnya menjadi tempat latihan silat. Usai berlatih, para pesilat menikmati lapen buatan bapaknya. (Sumber: http://www.yiela.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar