9 Juni 2014

Tuak Mau Dicukai, Apa Tak Ada Lagi Duit Pemkab Tapteng?

Kata Erick Hutabarat," Dasar pejabat - pejabat aneh. Macam mana pula membuat cukai di tuak? Pohon nira itulah segel dia. Lulusnya undang-undangnya itu? Di Indonesia ini, semua yang tekait dengan pengambilan keputusan kan banyak yang bego - bego."
Anggota DPR-nya saja banyak enggak punya pendidikan yang tinggi. Ada yang tukang becak enggak tamat SD jadi anggota DPR-lah, ada yang tamat SMA jadi DPR-lah karena duit bapaknya banyak. Siapkan uang agar bisa kabur saat dijajah.

bertanya," Apakah ada pakar di dunia ini yang bisa menetapkan kadar alkohol tuak? Dari sadapan yang sama dan penyadap yang sama juga tiap hari kadar alkoholnya bisa berubah - ubah. Demikian juga dengan produksinya."
Bahkan, kadang di penjual tuak pun bisa saja tuak tidak laku terjual alias dibuang. Masalah cukai, alangkah baiknya kalau pemerintah terlebih dahulu melestarikan hutan tempat raru atau kulit pohon penentu kadar alkohol atau rasa tuak agar berkembang biak.
"Dan untuk mendongkrak PAD (pendapatan asli daerah -red) saya pikir tidak perlu mencukai tuak. Enggak lucu," sindir Ac Mount Pard Ede.

Sutrisno Tambunan menyarankan, kalau tuak mau dikenakan sebagai objek pemasukan pajak itu tidak menjadi masalah. Hanya saja apakah telah ada regulasi yang mengatur bahwa objek yang dikenakan pajak cukai disebutkan salah satunya tuak?
"Saya rasa undang-undang sebagai regulatornya yaitu undang-undang nomor 11 tahun 1995 tidak menyebutkannya. Lagipula, kalau pun diterapkan, bagaimana realisasinya? Padahal kita ketahui bahwa tuak bukanlah minuman yang dikemas dalam botol berlabel dan telah berstandar SNI," ujar Sutrisno Tambunan.

Tuak hanyalah minuman yang hanya berlabel tradisional yang dikemas dalam bekas wadah botol minuman mineral dan yang lainnya. Tapi, apa boleh dikata. Itulah karakter dari pemimpin bangsa kita ini yang selalu berupaya menjadikan semua jadi duit. Tapi tak sedikit pun dapat kita mengerti dasar kebijakanya itu untuk apa.

Ambar Robin menyindir, hebat juga manuver pemerintah dengan memberi cukai tuak. Karena konsumen kelas menengah ke bawah sudah mengonsumsi tuak bukan lagi minuman botol yang notabene ada keterlibatan oknum pejabat pemerintah mulai dari produksi hingga pemasaran.
Orang mengonsumsi tuak karena faktor ekonomi yang semakin sulit. Konsumen sudah tidak mampu lagi beli minuman botol. Harusnya pemerintah memerbaiki pendapatan masyarakat. Jangan demi menyelamatkan produsen minuman mengorbankan masyarakat.

Perlu diketahui jika tuak mahal akibat sudah dipajak konsumen akan tetap mencari alternatif lain walaupun itu berbahaya. Jika itu terjadi siapa nanti yang bertanggungjawab. Membuat kebijakan jangan hanya melihat satu sisi melupakan akibat yang lebih dahsyat. Inilah pejabat yang mulai sekolah sampai menduduki jabatan tetap KKN.
Udist Jfn heran, enggak tahu ini yang salah Kepala Bidang (Kabid) Perdagangan pada Dinas Perdagangan, Industri, Koperasi dan Penanaman Modal (PIKPM) Tapanuli Tengah atau Pemerintah RI. Coba lihat dulu di UU Nomor 11/1995 Pasal 8 ayat (1) point b.
Bunyinya, cukai tidak dipungut atas Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) terhadap: (b) minuman yang mengandung etil alkohol hasil peragian atau penyulingan yang dibuat oleh rakyat di Indonesia secara sederhana, semata-mata untuk mata pencaharian dan tidak dikemas untuk penjualan eceran.
Lihat juga penjelasan pasal 8 tersebut. Jangan menganggap cuma pemerintah atau Kabid PIKPM tersebut yang pintar, tapi semua orang juga sudah pintar, terutama masalah hukum. Dan hukum juga jangan digunakan atau diartikan seenak - enaknya hanya untuk kepentingan pribadi.
"Nanti dibilang pintar tapi menerjemahi undang - undang atau aturan saja enggak bisa, dibilang, maaf, bodoh tersinggung," tegas Udist Jfn.(Sumber: http://medanbisnisdaily.com/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar