16 Januari 2015

Miras Oplosan yang Bikin Miris


Tren Minuman Keras (Miras) Oplosan menyeruak di daerah. Terutama di kota-kota pelosok di Pulau Jawa dan Bali. Diperkirakan, korban tewas akibat miras sudah mencapai angka seratusan. Dan ratusan lain sempat sekarat gara-gara minuman maut ini. Ironisnya, korban miras oplosan ini justru dari kalangan masyarakat tidak mampu.

Di penghujung bulan April lalu, ratusan korban miras Oplosan maut di Kota Salatiga demo mendatangi Kantor DPRD setempat. Mereka, melalui Forum Masyarakat Salatiga Peduli (FMSP) menuntut agar DPRD menetapkan Kejadian Luar Biasa (KLB) menyusul banyaknya masyarakat di kota itu menjadi korban Miras oplosan maut. Mereka menuntut agar korban miras oplosan diberikan pengobatan gratis.

Tuntutan ini, memang bisa membalikkan alur pikir waras. "Lha bagaimana, wong mereka itu sengaja minum miras, mereka itu orang foya-foya trus keracunan kok minta dibiayai negara," kata Mbah Samun seperti di kutip harian Radar Jogja mengomentari tuntutan warga di Salatiga itu.

Tetapi lain lagi dengan pendapat Santo Handojo. Koordinator FMSP Salatiga ini, berpendapat tragedi miras Salatiga yang merenggut nyawa 21 orang, dan ratusan orang lainnya klenger pada medio akhir April lalu merupakan tanggung jawab Pemkot setempat. Santo menilai, Pemkot lalai dan membiarkan peredaran miras oplosan secara bebas. "Karena itu, Pemkot Salatiga harus bertanggung jawab atas tragedi yang menimpa rakyatnya," kata Santo.

Penetapan KLB, bagian dari kesadaran pemkot dalam mengatasi dampak miras oplosan. Diharapkan Pemkot Salatiga menanggung seluruh beban biaya pengobatan para korban. Selain itu, FMSP juga meminta agar pemkot membantu upaya rehabilitasi kesehatan korban yang menjadi bagian komprehensif pasca tragedi miras maut.

“Rehabilitasi ini penting karena dalam tiga bulan ke depan nasib para korban yang bertahan masih belum sepenuhnya aman. Dampak dari racun ini belum sepenuhnya bersih dalam kurun waktu tersebut,” katanya.

Realtasnya, Salatiga bukan satu-satunya kota yang menjadi korban Miras Oplosan. Jogja, Solo, Semarang dan hampir seluruh kota di Jawa dan Bali memiliki tren yang sama. Masyarakat gemar menenggak miras oplosan, yang harganya relatif sangat murah.

Bersyukurlah warga Salatiga, karena Pemkot setempat masih mau memperhatikan warganya yang menjadi korban Miras Oplosan. Setidaknya, Ketua DPRD Teddy Sulistio menyanggupi untuk mendesak Pemkot agar membantu pengobatan warganya yang menjadi korban Miras maut itu.

Dikatakannya, tragedi ini bisa dianggap sebagai bentuk kegagalan pemerintah dalam menjawab persoalan sosial yang dihadapi masyarakat. Beban hidup yang semakin berat, membuat masyarakat cenderung berpikir pendek dan pelariannya ke miras untuk melepas beban. “Kami akan kirim surat resmi kepada walikota mengenai masalah ini,” katanya.

Oplosan Miras

Masing-masing daerah memiliki ciri khas oplosan yang berbeda. Bahkan di masing-masing daerah memiliki istilah yang berbeda - beda pula. Di Jawa Tengah, Miras oplosan dikenal dengan Banyu Gendheng. Di Jogja, oplosan yang paling terkenal adalah Lapen - (langsung pening). Oplosan Lapen biasanya cukup sederhana, namun bisa dibilang juga gila! Umumnya, Lapen berupa minuman oplosan warung yang ditambah minuman energi, lalu dicampur lagi dengan krem obat nyamuk Lavenda.

Lain lagi di Semarang. Salah seorang pengoplos terkenal di kota Atlas adalah Yalis Setyaningsih yang juga dikenal sebagai Mbak Lies. Wanita setengah baya ini, meracik alkohol berkadar 96 persen, air gula, panili, susu, telur, penyedap rasa  dan berbagai merek minuman supleman. Konon, racikan Mbak Lies pernah diklaim sebagai obat penambah stamina lelaki. Tetapi, awal tahun 2009 silam oplosan Mbak Lies merenggut 14 nyawa melayang.

Di Brebes, minuman sejenis dikenal dengan ciu atau minuman putihan.  Seorang pemilik warung yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus Miras, Sulasi (38) mengaku, meracik ciu dengan menggunakan alkohol sebagai campuran memiliki kadar 96 persen.

Minuman itu dibuat dari tetes tebu dengan kandungan alkohol lebih dari 80 persen. Warga dulu meminumnya hanya untuk menghangatkan tubuh dan paling banyak satu gelas. Namun, sekarang bersaing untuk menjadi peminum yang hebat. Bahkan, karena rasa gengsi yang tinggi peminum dianggap hebat bila bisa menenggak miras oplosan hingga puluhan gelas.

Lebih miris lagi, miras oplosan ini kemudian dikemas ke dalam botol yang kemudian dibandrol dengan merek-merek minuman kenamaan berlabel internasional, seperti Vodka, Black Label dari Johninie Walker atau merek-merek terkenal lainnya. (www.jpnn.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar