5 Januari 2015
Warga Pesimis Tasik Steril Miras
Mayoritas warga Kota Tasik yang diwawancarai Radar mengaku tidak percaya minuman keras (miras) bisa hilang dari Kota Santri ini. Penyebabnya, mereka menganggap aturannya masih kurang tegas.
Asep Suherlan, warga Cempaka Warna, Cihideung, Kota Tasikmalaya sanksi bagi pengedar miras sampai saat ini masih tidak menjerakan. “Tidak percaya (miras hilang dari Tasik, red). Tidak ada efek jera bagi para peminum, penjual serta pengedar miras,” ujar pria yang juga ketua Forum Cempaka untuk Semua saat diwawancarai Radar kemarin.
Menurut Asep, untuk meminimalisir agar Kota Tasik terbebas dari miras, harus ada aturan jelas, tegas serta upaya bersama, terutama pemangku jabatan dan penegak hukum lebih gencar merazia peredaran miras. Baik itu yang dijual di kios kecil sampai yang dijual di tempat hiburan malam. “Tanpa ada tebang pilih,” syaratnya.
Hal yang sama juga dikatakan Yudi. Ketua Forum Paseh Bersatu ini kurang percaya bahwa miras akan hilang dari Kota Tasikmalaya. “Peredaran miras sulit diberantas,” ujarnya saat dihubungi melalui saluran telepon.
Pasalnya, kata Yudi, sanksi bagi penjual dan pembeli tidak membuat mereka jera.
Cara meminimalisir peredaran miras, sarannya, harus ada razia tiap hari dari kepolisian dan kontrol dari semua elemen tanpa kompromi.
Budi (45), warga Sengkol Desa Kersanegara Kecamatan Kawalu pun tidak yakin di Kota Tasikmalaya akan bebas dari miras.
“Selain UU-nya tidak gereget juga sekarang kalau semisal pabrik besarnya ditutup, warung kecil penjual miras juga sekarang sudah ada yang bisa buat miras sendiri semacam ciu (minuman tradisional, red),” ujarnya saat ditemui di Masijid Agung kemarin.
Menurut Budi, solusinya, harus ada keputusan dari pusat tentang pemberantasan miras. “Harus tegas,” sarannya.
Setiap lingkungan, sarannya, bisa menerapkan cara pengawasan. “Kalau di lingkungan kan ada semacam cara persuasif dari dari pribadi dulu,” ujarnya.
Sementara itu Hary (26), warga Kawalu percaya miras di Kota Tasikmalaya akan bersih selama ulama, aparat penegak hukum, pemerintah serta masyarakat bisa bersatu memberantas minuman memabukan ini. “Percaya kalau semua bersatu untuk memberantas miras ini,” ujarnya saat dijumpai di Masjid Agung Kota Tasikmalaya kemarin.
Sebelumnya diberitakan Radar (19/2) ulama angkat bicara soal membanjirnya minuman keras (miras) di Kota Tasik. Menurut Sekertaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Tasikmalaya KH Aminuddin Bustomi MAg, minuman beralkohol itu harus enyah (tiada atau steril) dari Kota Santri ini.
“Kita terlebih dahulu menyamakan persepsi bahwa miras itu harus enyah (hilang) di Kota Tasikmalaya ini,” ujar KH Amin, begitu disapa, saat dihubungi Radar Selasa (18/2).
Semua unsur (masyarakat, pemerintah, ulama dan aparat) pun disarankannya harus bersama-sama memberikan sanksi sosial kepada pedagang dan pemakai miras. “Kalau perlu hukum adat harus dilakukan,” saran pimpinan Ponpes Sulalatul Huda, Paseh, Cihideung, Kota Tasikmalaya ini.
Karena menurut KH Amin, sanksi dari undang-undang dan peraturan daerah tentang miras tidak memberikan efek jera bagi bandar, penjual dan pemakai.
“UU itu seakan-akan memihak kepada pedagang-pedagang miras dengan sanksi seperti itu,” analisanya.
Kiai muda ini pun menuntut Undang-undang Tentang Miras direvisi pemerintah.
Diberitakan Radar (18/2) dalam edisi Miras Banjiri Tasik sejak 2013 hingga 17 Februari 2014 sebanyak 4.400 botol miras disita Polres Tasikmalaya Kota.
Informasi yang dihimpun Radar, harga eceran miras lokal yang disita tersebut Rp 60.000 per botolnya. Dengan demikian, dalam kurun waktu satu tahun lebih itu, polisi berhasil menyita miras senilai Rp 264.000.000.
Kapolres Tasikmalaya Kota AKBP Noffan Widiyayoko SIK, MA melalui Kasubag Humas AKP H Iwan mengatakan saknsi bagi pengedar miras yakni tindak pidana ringan (tipiring). “Rata-rata dikenakan denda Rp 500 ribu sampai dengan Rp 1 juta,” ujarnya.
Kalau hukuman kurungan, kata Iwan, paling lama tiga bulan penjara. “Itu pun kalau pelaku tidak bisa membayar denda,” ujar perwira ramah ini.
Ditanya apakah ada efek jera dengan sanksi tersebut? Iwan menjawab harapanya sanksi tipiring itu bisa menjerakan. “Namun dilihat dari pelaku yang tertangkap masih pelaku lama, ya bisa dikatakan kurang menjerakan,” ujarnya.
Kata Iwan, memang sanksi tersebut sudah sesuai hukum di wilayah Kota Tasikmalaya. “Memang aturan hukum yang berbicara seperti itu. Memang sementara ini tidak ada aturan hukum yang memberikan sanksi yang tegas,” tandasnya. (http://www.radartasikmalaya.com)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar