14 April 2015

Moke, Minuman Pergaulan Simbol Penerimaan Masyarakat Flores

Moke, Minuman Pergaulan Simbol Penerimaan Masyarakat Flores Moke putih adalah nira hasil sadapan dari pohon lontar atau pohon enau. (CNN Indonesia/Windratie)
 
  Seremoni baru saja usai. Adat istiadat di Manggarai Timur, Flores, tamu harus dihibur warga dengan bergoyang.

Seorang pemuda membawakan gelas dan minuman di botol berwarna hijau, dia berikan kepada tamu dan orang-orang terhormat di situ. Mereka meneguk minuman yang diisi hanya seperempat gelas.

Bau alkohol langsung meruap ke udara. Satu gelas diberikan juga ke saya. Tidak banyak, isinya sekitar satu ruas jari dari dasar gelas. Saya coba sedikit, rasanya pahit, alkohol tercium keras sekali.

“Langsung sekaligus diminum,” kata yang lain. Saya turuti, teguk sekaligus. Tubuh saya langsung terasa hangat. Hangat sekali, di tengah hawa pegunungan Golo Wangkung yang beku.

Sensasi hangat itu berasal dari minuman moke atau sopi. Minuman keras ini berasal dari Kabupaten Manggarai. Dua-duanya berasal dari penyulingan pohon enau. Di Manggarai, sebutan sopi lebih populer. Sementara, di Manggarai Timur, Aimere, dan Bajawa, masyarakat menyebutnya moke.


masyarakat Manggarai. Moke atau sopi terbuat dari bahan alami. Tidak ada campuran zat kimia berbahaya bensin atau spiritus, seperti yang sering ditemukan di Jawa. Efek sampingnya pun tak begitu besar, tidak seperti oplosan yang banyak makan nyawa.

“Kalau kita sudah minum, lihat saja mereka itu besok santai sekali. Menyapa orang akrab, padahal sebelumnya mereka, 'iya pak', masih sopan. Minuman ini bisa bikin orang spontan-spontan saja,” kata Pata, fasilitator Komunitas Kreatif, sebuah program pemberdayaan dari Yayasan Kelola.

Moke atau sopi digunakan untuk menyambut kedatangan tamu. Selain itu, juga untuk upacara adat, dan kegiatan resmi lain. Sedikit sopi yang diberikan malam itu adalah simbol, saya sudah diterima sebagai keluarga baru.

Moke adalah minuman tradisional Flores. Dia dibuat dari hasil penyulingan buah dan bunga pohon lontar atau enau. Proses pembuatannya sangat tradisional, diwariskan secara turun-temurun, dan dilanjutkan sampai sekarang.

Di Manggarai, pohon enau tersebar di penjuru Manggarai, dari Barat ke Timur, sepanjang wilayah yang saya lintasi. Di kebun-kebun masyarakat, proses pembuatan moke dimulai. Diperlukan keuletan, kesabaran, dan keahlian khusus untuk menghasilkan moke kualitas terbaik.

Untuk mendapatkan satu botol moke butuh waktu sampai lima jam. Menanti tetesan demi tetesan dari alat penyulingan yang terbuat dari bambu. Kendati sopi dan moke sangat melekat dalam budaya, masyarakat paham aturan. Minum secukupnya saja, jangan sampai buat kekacauan dengan orang lain.

“Ada juga pemuda yang kerjanya minum-minum, tapi tetap aman karena mereka terkontrol,” ucap Pata tentang pengalamannya selama Golo Wangkung. “Saya tidak menyebut ini tradisi, tapi lebih ke kebiasaan setiap ada acara di Golo Wangkung.”

Demikian pula dengan ritual lain di Flores yang luar biasa banyak, sopi selalu ada. Rinus, juru mudi pemuda asli Cancar Manggarai Timur itu juga mengakui. “Orang sini walau sudah minum bertong-tong sopi tidak akan berkelahi.”

Moke dengan kualitas terbaik sering disebut masyarakat dengan BM atau bakar menyala. “Kalau disulut dengan api dia akan menyala,” ucap Rinus. Moke di tingkat terbaik ini diminum dianjurkan untuk diminum sedikit saja karena kadar alkoholnya yang sangat tinggi.

Sementara, jenis moke putih lebih cocok diminum oleh perempuan, karena tingkat alkohol yang aman. Ada ramuan rahasia sopi saya dapat dari Rinus. Ramuan ini sangat berkhasiat, apalagi jika badan lelah sehabis pulang kerja, katanya.

“Sedikit saja (moke),” kata Rinus sambil menunjukkan ujung jari telunjuknya. “Lalu dicampur dengan telur, madu, advokat. Itu, ooooiii!” katanya dengan seruan yang bermakna 'enak sekali' itu. Rinus bilang, moke paling enak kalau dimakan dengan jagung rebus.

Masyarakat Manggarai Timur, dan Flores pada umumnya, sangat akrab dengan moke atau sopi. Namun, minuman tradisional ini kurang didukung keberadaannya sebagai salah satu aset daerah. Pemda mengeluarkan peraturan daerah tentang minuman beralkohol.

Minuman keras seperti moke akan diawasi dan dikendalikan, masyarakat pun menolaknya. Menurut mereka, pemerintah daerah seharusnya melegalkan moke dengan kadar tertentu. Mereka ingin pelatihan para pembuat moke seharusnya diberikan untuk meningkatkan kualitas moke.

Moke sampai sekarang belum masuk ke dalam daftar untuk dijadikan buah tangan para wisatawan.

“Pemerintah kabupaten ini bingung ini dengan undang-undang pelarangan penjualan minuman keras. Tapi kalau tidak mau sopi ya kopi. Saya lihat sama saja,” kata Pata. (http://www.cnnindonesia.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar