Nama lapen sendiri saat ini sudah tak asing di telinga. Minuman ini
mulai muncul sejak 1985 dan mendapat tempat di Jogja sejak tahun
1990-an. Minuman yang dibuat dari campuran alkohol 90 persen, air putih,
gula, dan obat tetes mata ini makin populer di awal hingga pertengahan
tahun 90an. Banyak juga mahasiswa yang membelinya. Khususnya di Jalan
Solo, yang kala itu marak dengan peredaran lapen.
“Dulu
mahasiswa kalau beli kodenya wedang galak. Tempatnya di depan swalayan
tempat saya kerja dulu. Harganya dulu Rp2 ribu, biasanya banyak
mahasiswa patungan,” kata Agus, pecinta Lapen di Jalan Solo yang kini
sudah insyaf tersebut.
Dikisahkan Agus, selain mahasiswa, ada juga
warga yang membeli lapen di depan swalayannya. Namun, saat itu konsumsi
lapen masih wajar-wajar saja, tidak seperti sekarang. “Dulu enggak
pernah tuh dicampur aneh-aneh. Sekarang aja yang rada gimana gitu,
dicampur obat nyamuk lah apalah, sudah pasti bahaya,” ceritanya.
Lapen
di Jalan Solo tidak lagi populer saat memasuki akhir 90an. Banyak
tempat berjualan lain dengan harga yang murah dan campuran baru yang
dianggap menyegarkan. “Misalnya tahun 1998 muncul lapen susu yang dulu
dikenal lapen macam. Jadi makin sepi yang di Jalan Solo,” kenangnya.
sumber: http://beritajogja.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar