3 Oktober 2015

Alkohol legal, Pintu Kejahatan Semakin Melebar

Baru-baru ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandangani peraturan presiden (perpres) tentang pengendalian minuman beralkohol (mihol). Aturan baru itu adalah Perpres No. 74/2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol yang ditandatangani SBY pada 6-12-20013. Melalui peraturan itu, pemerintah kembali mengategorikan minuman beralkohol sebagai barang dalam pengawasan. (lihat, Republika.co.id, 3/1/2014).

Perpres itu membagi mihol dalam tiga golongan, diantaranya golongan A dengan kadar etanol 5%. Golongan B, dengan kadar etonol 5-20%, dan golongan C dengan kadar 20-55%. Dalam pasal 7 pula, mihol hanya dapat dijual dibeberapa tempat seperti: a. Hotel, Bar, dan Restoran yang memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepariwisataan; b. Toko bebas bea; dan c. Tempat tertentu yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota dan Gubernur untuk DKI Jakarta.
Diluar tempat-tempat tersebut, mihol gologan A juga dapat dijual di toko pengecer dalam bentuk kemasan. Perpres ini juga memberikan wewenang kepada Bupati/Walikota dan Gubernur untuk DKI Jakarta menetapkan pembatasan peredaran mihol dengan mempertimbangkan karakteristik daerah dan budaya lokal.
Padahal, Indonesia merupakan negara yang mayoritas beragama Islam. Yang mana dalam Islam begitu jelas hukumnya bahwa khamr (alkohol) itu haram untuk digunakan, apalagi untuk diperjual-belikan. Hal ini akan akan menimbulkan laknat dari Allah Swt. sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
“Rasulullah Saw. melaknat dalam hal khamr sepuluh pihak: yang memerasnya, yang diperaskan, yang meminumnya, yang membawanya, yang dibawakan, yang menuangkan, yang menjualnya, yang memakan harganya, yang membeli dan yang dibelikan.” (HR. at-Airmidzi dan Ibn Majah)
Selain itu juga, khamr (alkohol) merupakan pintu dari kerusakan dan induk keburukan, Rasulullah Saw memperingatkan:
“Khamr itu adalah induk keburukan dan siapa meminumnya. Allah tidak menerima shalatnya selama 40 hari. Jika ia mati dan khamr itu ada di dalam perutnya, maka ia mati dengan kematian jahiliyah.” (HR. ath-Thabrani, ad-Daruquthni, al-Qadha’iy).

‏من شرب الخمر فلم ينتش لم تقبل له صلاة ما دام في جوفه ‏ ‏أو عروقه ‏ ‏منها شيء وإن مات مات كافرا وإن انتشى لم تقبل له صلاة أربعين ليلة وإن مات فيها مات كافرا ‏

Dari Ibnu Umar ra. berkata, "Siapa yang meminum khamar meski tidak sampai mabuk, tidak diterima shalatnya selagi masih ada tersisa di mulutnya atau tenggorokannya. Apabila dia mati maka dia mati dalam keadaan kafir. Bila sampai mabuk, maka tidak diterima shalatnya 40 malam. Dan bila dia mati maka matinya kafir.(HR An-Nasai)

Para ulama mengatakan bahwa orang yang minum khamar itu kafir, maksudnya bukan dia murtad dari Islam, melainkan maksudnya adalah bahwa dia seperti orang kafir yang apabila melakukan shalat, maka shalatnya tidak diterima, selama dia menunaikan sesuai dengan rukun dan aturannya. Namun bukan berarti kewajibannya untuk shalat menjadi gugur. Tidak, shalat tetap wajib atasnya, namun selama 40 hari tidak akan diterima shalat itu di sisi Allah.

Sungguh sangat rugi orang yang minum khamar
Persoalan khamr atau alkohol merupakan salah satu persoalan yang dihadapi kaum muslimin setelah ketika berada dikungkung sistem kufur. Sistem tersebut sama sekali tidak memedulikan hukum syara’, karena berdiri atas asas manfaat. Akibatnya, kaum muslimin merasa kesulitan dalam memenuhi hajat hidupnya, karena hampir semua segi kehidupan dipenuhi dengan kemaksiatan. Termasuk membajirnya produk-produk yang dilarang oleh syara’.
Berbeda halnya jika kaum muslimin hidup dalam naungan Daulah Khilafah Islamiyah. Sebuah sistem yang melindungi kaum muslimin dari berbagai jenis pelanggaran terhadap syari’at Islam. Termasuk akan menjaga kaum muslimin dari berbagai produksi makanan, minuman, obat-obatan yang haram. Karena itu, persoalan seperti ini baru akan tuntas secara total apabila Daulah Khilafah Islamiyah berdiri. Kita bermohon kepada Allah, agar kita senantiasa diberi kekautan untuk tetap berjuang dalam menegakkannya, dan semoga Allah Swt. memberikan pertolongan kepada kaum muslimin di seluruh dunia.
Wallahu a’lam bi ash-shawab.
Pengirim: Meida Prefik Nugraeni, Mahasiswi UPI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar