Rancangan Undang Undang (RUU) tentang Minuman Beralkohol (Minol) akan membatasi peredaran minuman keras (miras) guna menimalisasi kriminal yang disebabkan karena mengkomsumsi miras tersebut.
“RUU Minol ini tidak akan menutup pabrik miras, dan penggunaannya ada pengecualian, seperti untuk kepentingan industri, famasi dan peredaranan hanya di wilayah pariwisata, di hotel dan masyarakat adat tertentu. RUU ini hanya untuk mengantisipasi meningkatnya kriminalitas akibat miras,” kata Ketua Pansus RUU Minol Arwani Thomafi, dalam diskusi di Komplek Parlemen Senayan, Selasa (10/11).
Dikatakan, DPR tidak ingin RUU Minol ini hanya menjadi tumpukan kertas, melainkan untuk memberikan sumbangsih kepada negara dalam melindungi keamanan masyarakat dari tindak kriminal, kejahatan, dan dampak negatif lainnya serta tetap hidup sehat.
“Karena itu, DPR pun sudah berkomunikasi dengan kepala daerah terkait Perda-Perda yang melegalkan miras, sehingga mereka akan memiliki payung hukum lebih kuat lagi dengan RUU Minol ini,” ujarnya.
Dijelaskan, pembahasan RUU Minol ini akan dimulai pada pertengahan November 2015 mendatang sampai Januari 2016 dengan melibatkan berbagai stack holder dari unsur kesehatan, agama, hukum, pemuda, pengusaha, industri dan pemerintah.
Ketua Gerakan Nasional Anti Miras (GeNAM) yang juga anggota DPD RI Fahira Idris menyambut positif RUU Minol ini, karena akan memberikan perlindungan masyarakat dari bahaya miras, khususnya bagi anak-anak.
“Berdasarkan kajian GeNAM bekerjasama dengan Pusat Kajian Kriminolog UI di berbagai Lapas di Indonesia menunjukkan bahwa sebenayak 39 % anak-anak melakukan kejahatan akibat pengaruh miras. Bahkan di Cipinang Jakarta sampai 70 % akibat miras,” ungkap Fahira.
Jika RUU Minol disahkan menjadi UU, ia berharap akan mempersempit ruang gerak produsen, distributor, dan konsumen miras. “Anak-anak banyak terjerumus ke miras selama ini karena miras dijual bebas, termasuk di supermarket. Apalagi dengan sanksi penjara antara 2 tahun – 15 tahun, dan denda Rp 10 juta sampai Rp 1 miliar. RUU Minol ini bisa menjauhkan miras dari anak-anak, sama halnya aturan yang berlaku di luar negeri,” harapnya.
Tulus Abadi dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia mengatakan, barang yang bercukai memang seharusnya tidak dijual secara bebas, tapi di Indonesia termasuk rokok malah dijual bebas. Setiap barang yang dikenakan cukai seperti rokok dan miras memang tidak boleh dijual bebas seperti di luar negeri. pajaknya pun harus dikembalikan ke masyarakat untuk kesehatan, bukan untuk yang lain, karena rokok dan Miras berdampak negative kepada masyarakat.
“Prostitusi pun di Amerika Serikat dikenai cukai. Juga dilarang melakukan promosi dan iklan. Namun, di Indonesia malah ditabrak dan semua bebas. Itu artinya tidak ada penegakan hukum yang konsisten. Padahal, larangan itu sudah merupakan deklarasi dunia atau universal declaration. Jadi, RUU ini jangan sampai menjadi macan kertas,” tegasnya. (http://www.harianhaluan.com/)
|
22 November 2015
RUU MINUMAN BERALKOHOL MENGUATKAN PERDA MIRAS
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar