Kisah Nyata: Ketika Kelembutan Hati Ibu Membebaskan Anak dari Jerat Narkoba
PARENTING
Published on 31 December 2016 in Parenting
1.5K Views
Mama tidak banyak menasihati seperti dulu. Sambil menuangkan uang di tempat tidur, dia hanya berkata, ”Habiskan uang ini untuk dugem, ya. Jangan pulang kalau belum habis.”
Saya mencecar Leo, karena begitu besar rasa penasaran melingkupi hati ini.
Mata Leo, pria muda yang sekarang berada di akhir usia tiga puluhan itu, menerawang jauh.
Pelan, namun dengan suara yang jernih, dia menuturkan kisah hidupnya.
Leo lahir dari keluarga yang lebih dari cukup. Kalangan menengah ke atas. Sejak kecil dia menimba ilmu di negara tetangga, Singapura. Otaknya yang encer membuat prestasinya selalu bagus, minimal masuk 10 besar. Dia juga biasa beribadah ke gereja. Jadi, secara akademik maupun pendidikan rohani, semua baik.
Ketika Leo menyelesaikan year 11, setara kelas 2 SMU, dia pergi ke Australia. Sistem pendidikan di Australia memang memungkinkan anak kelas 2 SMU masuk ke tingkat foundation untuk meneruskan ke universitas. Lebih cepat dan efisien. Jenjang ini pun diselesaikan Leo dengan mulus. Hanya saja, sejak mulai masuk masa remaja, Leo tidak lagi rutin beribadah. Dia merasa anak modern tidak perlu ke gereja. Beribadah hanya sekedar formalitas - untuk menyenangkan hati orang tua, tanpa ada perjumpaan pribadi dengan Yang Maha Kuasa.
Lulus dari universitas dengan menyandang gelar S2, pulanglah Leo ke Indonesia. Ia pun menjadi sosok yang menjadi idola para wanita muda di kotanya. Tampan, pendidikan S2, dari keluarga kaya, jabatan tinggi di perusahaan papanya, didukung pula penampilannya yang selalu berganti-ganti mobil mewah. Di usia 24 tahun, Jaguar menjadi kendaraannya sehari-hari.
“Saya tumbuh menjadi pribadi yang sangat sombong. Memandang rendah orang-orang di sekeliling saya, apalagi yang hanya naik mobil sekelas Panther,” ujarnya.
“Pada mulanya hanya senang berkumpul dengan banyak teman-teman yang borjuis. Dugem, dikelilingi banyak wanita cantik.”
Pagi hingga sore bekerja di perusahaan papanya, pulang untuk istirahat 1-2 jam, malam dugem, pulang pagi, itu kegiatannya sehari-hari. Lokasi dugem tidak hanya di Indonesia. Menjelang week end, Leo dan teman-temannya berunding, akan bersenang-senang di negara mana mereka kali ini. Kehidupan yang benar-benar "wow".
Pada suatu kesempatan, mereka bertemu dengan seorang gadis cantik. Sesungguhnya, baik Leo maupun teman-temannya paham, gadis ini liar tetapi sangat menggoda. Gadis ini bertanya, pernahkah Leo mengonsumsi Inex.
“Gengsi dong kalau saya bilang belum pernah coba! Jadi malam itu saya terima tantangannya untuk mengonsumsi Inex. Yang tidak saya duga, gadis itu langsung memasukkan ke mulut saya pil dengan dosis yang sangat besar untuk kelas pemula,” Leo melanjutkan kisahnya.
Efek obat itu ternyata keras dan sangat lama. Leo merasa "nyaman" dan "bahagia" sekali. Pengalaman pertama yang membuatnya ketagihan.
“Apa kamu sadar itu berbahaya?” tanya saya dengan naifnya.
“Saya paham ini tidak benar dan berdampak buruk, tetapi saya selalu yakin saya mampu mengendalikannya. Kalau saya mau berhenti, saya pasti bisa. Jadi batas toleransi antara yang boleh dan yang dilarang itulah yang makin lama makin melebar. Hingga akhirnya melebar ke mana-mana,” Leo menjelaskan.
Memang awalnya kendali ada di tangan, tetapi makin lama makin kecanduan, kendali tidak lagi ada di tangan.
Ketika kelembutan perilaku menembus hati yang keras
Papa dan mama tahu kebiasaan buruknya. Bentakan dan ancaman tidak lagi mempan. Hingga suatu sore, ketika Leo sedang beristirahat di kamarnya, mamanya masuk. Di tangannya ada tas berisi setumpuk uang seratus ribuan.
Mama tidak banyak menasihati seperti dulu. Sambil menuang uang di tempat tidur, dia hanya berkata, ”Habiskan uang ini untuk dugem, ya. Jangan pulang kalau belum habis.”
Tanpa banyak bicara lagi, mamanya berlalu, pergi. Leo tersentak kaget. Sesuatu yang tidak pernah diduganya. Malam itu Leo memutuskan tetap tinggal di rumah. Dibatalkannya rencana dugem malam itu.
Rupanya, sang mama juga menemui salah satu teman dugem Leo yang paling berpengaruh, Dave namanya. Selama ini Dave yang berperan sebagai ketua tidak resmi dalam kelompok mereka berlima.
Bukannya marah, mamanya justru berkata, “Terima kasih Dave sudah berteman dengan Leo. Tentunya Dave selalu menasihati dan mengarahkan Leo menjadi anak yang baik. Tante titipkan Leo pada Dave, ya. Tante merasa tenang menyadari Leo memiliki sahabat baik seperti Dave, yang bisa melindunginya.”
Dave pun terpana dan merasa sangat tidak enak hatinya. Tidak ada nada kemarahan ataupun tuduhan dari mama Leo. Yang ada hanya ketulusan serta kelembutan.
Sejak itu Dave tidak lagi mengizinkan Leo ikut dugem bersama mereka. Leo ditinggal sendiri. Namun, itu menjadi titik balik bagi Leo untuk mulai meninggalkan narkoba. Secara berangsur-angsur, Dave dan teman-teman lainnya juga makin menjauhi dunia malam.
Sepuluh tahun telah berlalu, Leo tumbuh menjadi pengusaha yang andal. Bisnisnya menggurita di berbagai bidang. Semua tercipta berkat sikap dan strategi bijak sang ibu. Demikian pula Dave dan teman-temannya yang lain sudah kembali ke jalan yang benar dan berprestasi di bidang mereka masing-masing.
Pelajaran yang sering dikemukakan Lao Tzu,
Air adalah benda yang paling lembut, namun ia dapat menembus gunung dan bumi.
Ini menunjukkan dengan jelas prinsip kelembutan mengalahkan kekerasan.
Pada momen yang tepat, kelembutan justru mengalahkan kekerasan dan pemberontakan. Kiranya kisah nyata ini bisa menginspirasi kita semua untuk menetapkan strategi cerdas dalam menyelesaikan masalah. (http://ributrukun.com/post/kisah-nyata-ketika-kelembutan-hati-ibu-membebaskan-anak-dari-jerat)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar