Satuan Narkoba Polres Bantul membekuk dua tersangka pengedar dan pengguna narkoba jenis psikotropika. Mereka menambah daftar panjang jenis pengguna dan pengedar narkoba jenis psikotropika yang berhasil bongkar Polres Bantul dua bulan terakhir. Peredaran narkoba jenis psikotropika di Bantul memang sudah mengkhawatirkan. Petugas juga menyita berbagai jenis minuman keras dari berbagai wilayah di Bantul.
Kasat Narkoba Polres Bantul, AKP Rudi Prabowo SIK, Selasa (22/12) mengatakan, dua tersangka yang dibekuk masing orang masing-masing Rs (28) warga Pleret dan Ak (19), warga Kecamatan Depok Sleman. Mereka disergap petugas berdasarkan informasi masyarakat. Ak ditangkap beberapa saat setelah membeli psikotropika Alprazolam dari tangan Rs. “Info awalnya dari masyarakat yang curiga dengan perilaku tersangka Ak, perilakunya tiba-tiba semangat dan tiba-tiba tidak, info itu jadikan modal melakukan penyelidikan,” jelasnya.
Tersangka Ak sehari-hari bekerja sebagai tukang sablon berhasil diamankan di Alun-alun Selatan Yogyakarta. Setelah itu petugas Sat Narkoba langsung mendapatkan nama penjual obat alprazolam yakni Rs. “Selama ini Rs berprofesi sebagai tukang jual ayam aduan,” jelasnya. Dari tangan Rs, petugas menyita 256 obat jenis Alprazolam, 38 caumlet, dan 15 butir Riclona, sebuah handphone (HP), jaket dan sepeda motor serta uang senilai Rp 970 ribu dari hasil transaksi keduanya.
Dari keterangan yang berhasil dikumpulkan petugas obat tersebut didapatkan dari Solo. “Model transaksinya face to face atau ketemu langsung, tetapi sebelumnya sudah memesan lewat telepon,” ujarnya.
Rudi mengungkapkan, peredaran psikotropika di Bantul cukup marak, terutama jenis obat-obat dalam daftar G. Obat-obat terlarang hanya bisa didapatkan dengan menggunakan resep dokter ini sering disalahgunakan. Bahkan dalam dua bulan terakhir ia sudah menyidangkan lima kasus serupa. Dijelaskan, sebenarnya pihaknya berhasil mengamankan banyak pengguna obat daftar G. Bahkan ada seorang guru honorer yang berhasil diamankan dan bertugas sebagai operator komunitas pengguna obat daftar G. namun karena mereka memiliki resep dari dokter, mereka kembali dilepaskan.
Rudi mengatakan, khusus yang dijual bebas seperti Rs lakukan didapat dari Solo, Klaten dan Magelang. Rudi menduga, ada permainan orang dalam dari distributor dan apotek. Karena pengedar obat jenis ini bisa mendapatkan dalam jumlah banyak. Sebagai ilustrasi, Rs berhasil mendapatkan obat terlarang 3 box, satu box berisi 10 strip dan setiap 10 strip berisi 10 butir.
Rs mengaku mendapatkan obat tersebut dari Solo dengan cara memesan melalui handphone. Biasanya terlebih dahulu dihubungi penjual barang tersebut haram itu. Setelah itu barang diambil di tempat tertentu yang sudah dijanjikan sebelumnya. Satu strip berisi 10 butir biasanya dijual hingga Rp 130 ribu. Tersangka Rs mengaku sebulan ini menjalankan bisnis barang terlarang itu. Tindakan melanggar hukum ini dilakukan karena terdesak kebutuhan. Profesinya sehari-hari sebagai penjual daging ayam tidak cukup untuk memenuhi kehidupan ia beserta istri dan dua orang anaknya. (http://krjogja.com/)
Kasat Narkoba Polres Bantul, AKP Rudi Prabowo SIK, Selasa (22/12) mengatakan, dua tersangka yang dibekuk masing orang masing-masing Rs (28) warga Pleret dan Ak (19), warga Kecamatan Depok Sleman. Mereka disergap petugas berdasarkan informasi masyarakat. Ak ditangkap beberapa saat setelah membeli psikotropika Alprazolam dari tangan Rs. “Info awalnya dari masyarakat yang curiga dengan perilaku tersangka Ak, perilakunya tiba-tiba semangat dan tiba-tiba tidak, info itu jadikan modal melakukan penyelidikan,” jelasnya.
Tersangka Ak sehari-hari bekerja sebagai tukang sablon berhasil diamankan di Alun-alun Selatan Yogyakarta. Setelah itu petugas Sat Narkoba langsung mendapatkan nama penjual obat alprazolam yakni Rs. “Selama ini Rs berprofesi sebagai tukang jual ayam aduan,” jelasnya. Dari tangan Rs, petugas menyita 256 obat jenis Alprazolam, 38 caumlet, dan 15 butir Riclona, sebuah handphone (HP), jaket dan sepeda motor serta uang senilai Rp 970 ribu dari hasil transaksi keduanya.
Dari keterangan yang berhasil dikumpulkan petugas obat tersebut didapatkan dari Solo. “Model transaksinya face to face atau ketemu langsung, tetapi sebelumnya sudah memesan lewat telepon,” ujarnya.
Rudi mengungkapkan, peredaran psikotropika di Bantul cukup marak, terutama jenis obat-obat dalam daftar G. Obat-obat terlarang hanya bisa didapatkan dengan menggunakan resep dokter ini sering disalahgunakan. Bahkan dalam dua bulan terakhir ia sudah menyidangkan lima kasus serupa. Dijelaskan, sebenarnya pihaknya berhasil mengamankan banyak pengguna obat daftar G. Bahkan ada seorang guru honorer yang berhasil diamankan dan bertugas sebagai operator komunitas pengguna obat daftar G. namun karena mereka memiliki resep dari dokter, mereka kembali dilepaskan.
Rudi mengatakan, khusus yang dijual bebas seperti Rs lakukan didapat dari Solo, Klaten dan Magelang. Rudi menduga, ada permainan orang dalam dari distributor dan apotek. Karena pengedar obat jenis ini bisa mendapatkan dalam jumlah banyak. Sebagai ilustrasi, Rs berhasil mendapatkan obat terlarang 3 box, satu box berisi 10 strip dan setiap 10 strip berisi 10 butir.
Rs mengaku mendapatkan obat tersebut dari Solo dengan cara memesan melalui handphone. Biasanya terlebih dahulu dihubungi penjual barang tersebut haram itu. Setelah itu barang diambil di tempat tertentu yang sudah dijanjikan sebelumnya. Satu strip berisi 10 butir biasanya dijual hingga Rp 130 ribu. Tersangka Rs mengaku sebulan ini menjalankan bisnis barang terlarang itu. Tindakan melanggar hukum ini dilakukan karena terdesak kebutuhan. Profesinya sehari-hari sebagai penjual daging ayam tidak cukup untuk memenuhi kehidupan ia beserta istri dan dua orang anaknya. (http://krjogja.com/)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar