Dear kawan….,
Aku yakin pembaca blog ini sebagian besar tidak begitu “aware”
dengan bahaya alkohol… Bukan karena tidak tau atau tidak pernah
membaca, tapi lebih karena jarang menyentuh apa lagi meminumnya (begitu mudah-mudahan). Termasuk
aku sendiri pun, kalau nggak diajak Mbak Tati (Hartati Nurwijaya)
menulis buku tentang ini, aku ya hanya tau sekedarnya saja….. karena
merasa tidak berkepentingan, karena nggak pernah minum, dan Insya Allah
tidak akan minum.
Tapi kawan, ….
kalau kita pelajari lagi dan lihat sekeliling kita….. betapa sebenarnya alkohol dan teman-temannya (drugs, narkoba) sudah mengintai di setiap sudut kota. Alkohol adalah salah satu pintu masuk untuk mengenal drugs dan menjadi salah satu penyebab utama kriminalitas remaja dan dewasa. Fenomena kecanduan atau bahaya alkohol seperti “fenomena gunung es”,
yang hanya kelihatan puncaknya saja, tapi ternyata di bawah banyak
sekali kejadiannya. Berita yang muncul di koran tentang matinya secara
sia-sia beberapa orang akibat menenggak miras hanyalah nol koma nol sekian
persen dari jumlah kejadian sebenarnya. Hal ini didasarkan fakta bahwa
sebenarnya sejarah alkohol sama panjangnya dengan sejarah peradaban
manusia itu sendiri.
Ini diketahui melalui hasil penelitian para ahli arkeologi bahwa minuman alkohol muncul pertama kalinya dari zaman peradaban Mesir kuno.
Dari sinilah minuman alkohol berkembang hingga kini, dan masih menjadi
bagian dari peradaban manusia. Kemudian dilanjutkan dengan sejarah
alkohol di zaman Yunani kuno dan Romawi kuno.
Dari sejarah tadi bermunculanlah berbagai jenis minuman beralkohol di
berbagai belahan bumi, masing-masing dengan kekhasan pembuatannya, yang
tidak lepas dari budaya setempat. Perancis terkenal dengan wine-nya, Rusia dengan vodka, Jepang dengan shochu dan sake, dan masih banyak lagi daerah-daerah menghasilkan minuman beralkohol yang khas, tidak terkecuali berbagai daerah di Indonesia. Tuak, arak, brem, ciu, lapen adalah sedikit saja dari macam minuman beralkohol tradisional di Indonesia.
Sekarang dengan era globalisasi, semakin mudah pula penyebaran budaya, termasuk budaya minum alkohol. Masih “untung”
mayoritas penduduk kita adalah muslim yang notabene mengharamkan
alkohol, sehingga kelihatannya budaya minum alkohol belum menjadi budaya
kita. Tapi bukan rahasia pula bahwa banyak mereka yang mengaku muslim,
tetapi minum alkohol pun tak dipantang.
Setelah menyadari bahwa lebih banyak mudharatnya ketimbang
manfaatnya, sekarang di negara-negara yang punya “budaya” minum alkohol
pun sudah mulai muncul gerakan-gerakan untuk berpikir ulang untuk minum
alkohol – rethinking for drinking. Sebuah website yang disponsori oleh Pemerintah Amerika Serikat dan jajarannya (http://rethinkingdrinking.niaaa.nih.gov/
) telah mengajak masyarakatnya untuk berpikir ulang untuk minum
alkohol. Karena yang banyak itu pasti dimulai dari yang sedikit. Mereka
menerbitkan booklet dengan judul Rethinking drinking: Alcohol and Your Health yang dapat diperoleh secara gratis.
Nah, keprihatinan terhadap bahaya alkohol untuk para generasi penerus
bangsa inilah yang menjadi dorongan kami (Mbak Tati dan saya) untuk
mewujudkannya dalam buku yang sekarang dalam proses penerbitan. Dalam
buku itu dipaparkan berbagai macam minuman beralkohol dari berbagai
penjuru dunia dan budaya minum alkoholnya. Beberapa kisah peminum
alkohol dan akibatnya juga disampaikan, demikian pula efeknya, baik
secara fisik maupun psikis dalam sudut pandang kesehatan. Tentu saja
beberapa cara mencegah atau mengobati kecanduan alkohol juga diuraikan
dengan gamblang. Terimakasih atas semua rekan dari berbagai belahan bumi
yang sudah berkontribusi untuk buku ini.
Just for your info saja……
Tahukah kalian, kawan, bahwa jenis alkohol itu ada yang hanya
merupakan hasil fermentasi dan ada juga yang didestilasi setelah
fermentasi? Itu yang disebut jenis beer dan spirits, di mana spirits ini kadar alkoholnya lebih tinggi yang diperoleh dari proses destilasi. Sebuah tulisan pada jurnal Alcohol terbitan
Mei 2009 (Vol 43, hal 185-195) melaporkan bahwa jenis alkohol yang
diminum dapat mempengaruhi keparahan dari ketergantungan alkohol dan
kepatuhannya terhadap pengobatan kecanduan alkohol. Baltieri, dkk menemukan bahwa keparahan ketergantungan alkohol lebih banyak dijumpai pada peminum spirits ketimbang beer, demikian pula kepatuhan pecandu spirits terhadap pengobatan kecanduan alkohol lebih kecil ketimbang pada pecandu beer, sehingga perlu dicarikan metode yang lebih baik untuk mengatasi kecanduan spirits.
Di Indonesia, bentuk spirits ini tidak banyak dijumpai pada
minuman beralkohol asli Indonesia. Tapi yang lebih memprihatinkankan
adalah banyaknya minuman-minuman oplosan yang umumnya
dikonsumsi masyarakat kalangan ekonomi lemah, sebagai bentuk “pelarian”
dari himpitan kehidupan. Sedih sekali melihatnya. Mestinya ada upaya
dari berbagai pihak untuk bisa menekan penggunaan miras ini dengan lebih
sistematis, sekaligus pemberian informasi yang lebih luas mengenai
bahaya alkohol. Kampanye Bahaya Alkohol ke berbagai penjuru tanah air yang memiliki korban miras tinggi merupakan salah satu upaya yang akan kami lakukan (Insya Allah)
bersamaan dengan peluncuran buku ini. Siapa ya yang akan mendukung?
Kami sangat terbuka untuk mendapat dukungan semua pihak, baik moril
maupun materiil. Mungkin ada yang mau ngasih penginapan gratis, atau
akomodasi dan transportasi, atau apalah hehe…….. Silakan kontak saya
saja melalui blog ini… (http://zulliesikawati.wordpress.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar