Oleh: Taufiq Saifuddin
Ketua Umum HMI KORKOM UIN Sunan Kalijaga 2008/2009
Pemberatasan
atas penyakit masyarakat semakin mendapat ruang baru. Menyusul
banyaknya korban minuman keras oplosan berjenis lapen di Jogja,
pemikiran untuk membuat peraturan daerah (perda) tentang miras pun
mengemuka. Selama ini, perda miras hanya terdapat di Kota Jogja, itupun
sudah usang karena diterbitkan sejak tahun 1953 dan tak pernah
diperbaharui. Sehingga dinilai sudah tak relevan dengan perkembangan
yang terjadi di masyarakat.
Maraknya peredaran dan konsumsi miras karena efek yang dirasakan
peminumnya. Miras memberikan stimulasi yang bisa membuat orang tidak
berani menjadi berani melakukan sesuatu. Jika hal ini terjadi maka efek
domino yang dimunculkan kemudian adalah orang yang terpengaruh dibawah
pengaruh minuman keras (baca: lapen) akan dengan sangat mudah melakukan
hal-hal diluar biasanya bahkan kepada orang terdekatnya sekalipun.Pada dasarnya sejarah alkohol sama panjangnya dengan sejarah umat manusia itu sendiri. Ini diketahui melalui hasil penelitian para ahli arkeologi bahwa minuman alkohol muncul pertama kalinya dari zaman peradaban Mesir kuno. Dari sinilah minuman alkohol berkembang hingga kini, dan masih menjadi bagian dari peradaban manusia. Kemudian dilanjutkan dengan sejarah alkohol di zaman Yunani kuno dan Romawi kuno. Dari sejarah tadi bermunculanlah berbagai jenis minuman beralkohol di berbagai belahan bumi, masing-masing dengan kekhasan pembuatannya, yang tidak lepas dari budaya setempat. Perancis terkenal dengan wine-nya, Rusia dengan vodka, Jepang dengan shochu dan sake.
Dan masih banyak lagi daerah-daerah menghasilkan minuman beralkohol yang khas, tidak terkecuali berbagai daerah di Indonesia. Tuak, arak, brem, ciu, lapen adalah sedikit saja dari macam minuman beralkohol tradisional di Indonesia.
Untuk itu penganan terhadap penyakit masyarakat tidak hanya bisa sepenuhnya diserahkan kepada pihak kepolisian. Partisipasi aktif dari masyarakat juga sangat menentukan guna melakukan pemberantasan terhadap bahaya minuman keras (lapen). Tindakan yang bersifat persuasif sangat dibutuhkan guna membangun pemahaman yang komprehensif akan bahaya minuman beralkohol. Begitu juga dengan pendekatan edukatif oleh departemen sosial dalam hal ini, sangat dibuthkan guna terus melakukan sosialisasi terhadap bahaya lapen, khususnya di Yogyakarta.
Disisi lain pihak yang berwenang tidak hanya cukup melakukan razia terhadap penyebaran dan distribusi lapen itu sendiri, namun lebih dari itu sejak dini harus dilakukan langkah-langkah antisipasi, agar peredaran narkoba, miras, perjudian dan sejenisnya bisa diredam. Dilematisnya kemudian adalah, bila dagangan penjual miras disita oleh petugas, maka distributor atau pabrik miras yang memasok akan menggantinya, sehingga toko tersebut tidak dirugikan.
Kampanye bahaya alkohol ke berbagai daerah yang memiliki korban miras tinggi merupakan salah satu upaya yang bisa dilalui guna melakukan antisipasi sejak dini terkait dengan bahaya lapen. Namun aspek eksternal juga harus dilihat, seperti persoalan ekonomi, akses terhadap pendidikan formal yang semakin sulit dan berbagai hal lain yang terkait dengan apa yang mengakibatkan seseorang mau mengkonsumsi minuman keras.
Jatuhnya korban akibat miras, lebih banyak dikarenakan efek kecanduan. Hal tersebut bisa membuat seseorang gelap mata. Seperti keinginan untuk merasakan sensasi yang berbeda dari menenggak miras sehingga mereka mengoplos dengan bahan-bahan yang membahayakan keselamatan jiwanya. Tak hanya itu, mereka yang telah kecanduan sampai menjual barang-barang miliknya demi memenuhi hasratnya menenggak miras.
Kedepan pemberantasan peredaran miras, mestinya tidak hanya dilakukan pada tingkatan penjual. Seringkali asumsinya, asal tidak ada penjual maka tidak akan ada pembeli. Tapi sebaiknya juga dilakukan terhadap peminumnya. Masyarakat bisa berpartisipasi dengan melakukan pendekatan persuasif terhadap lingkungan dan tempat dimana dia berada. Begitu juga dengan mata rantai distribusi minuman keras harus mampu diungkap guna mengetahui akar permasalahan yang sebenarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar