2 Juli 2014

16 Kota Jadi Pilot Project Peraturan Rehabilitasi Pecandu Narkoba

Seorang pecandu narkoba mengekspresikan kemarahannya dengan menendang sansak di pusat rehabilitasi narkoba di kota Kunming, Yunnan, Cina, Senin (28/11/2011). [REUTERS/ Jason Lee]Seorang pecandu narkoba mengekspresikan kemarahannya dengan menendang sansak di pusat rehabilitasi narkoba di kota Kunming, Yunnan, Cina, Senin (28/11/2011). [REUTERS/ Jason Lee]


Peraturan bersama tujuh lembaga negara yakni Badan Narkotika Nasional (BNN) Polri, Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Sosial, dan Kementerian Kesehatan yang mengatur mengenai kewajiban merehabilitasi para pecandu dan penyalahguna narkoba akan mulai diterapkan pada bulan Agustus 2014 mendatang. 

Sebanyak 16 kota di Indonesia yang memiliki panti rehabilitasi akan menjadi pilot project penerapan peraturan bersama ini. 

16 kota itu antara lain Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Kabupaten Bogor, Tangerang Selatan, Semarang, Surabaya, Makassar, Maros, Samarinda, Balikpapan, Padang, Sleman, Pontianak, Banjar Baru, Mataram, dan Kepulauan Riau. 

"Belum semua kota punya panti rehab. Jadi untuk pilot project baru dilakukan di 16 kota yang sudah memiliki panti rehab," kata Kepala BNN, Komjen Pol Anang Iskandar acara diskusi Hari Anti Narkoba Internasional di kawasan Jakarta Timur, Rabu (25/6).

Anang menyatakan, nantinya penerapan peraturan rehabilitasi akan diperluas. Hal itu seiring dengan peningkatan jumlah sumber daya manusia (SDM) dan infrastruktur untuk mendukung program tersebut.

"Proyek ini akan diperluas dengan melatih SDM, merencanakan keuangan dan infrastruktur. Adanya banyak rumah sakit di Indonesia tapi belum dapat difungsikan sebagai tempat rehabilitasi," katanya. 

Anang mengatakan, merehabilitasi para pecandu dan penyalah guna merupakan salah satu upaya mengatasi persoalan narkoba selain dengan memberantas bandar dan sindikat narkoba. 

Upaya merehabilitasi dan mencegah para pecandu dan penyalah guna dianggap lebih efektif ketimbang menjebloskan para pecandu ke dalam penjara yang akan menambah persoalan di dalam lembaga pemasyarakatan (lapas). 

Selain mengatasi persoalan over kapasitas yang terjadi pada sebagian besar lapas, dengan rehabilitasi akan mencegah penyalah guna dan pecandu terus tergantung pada narkoba. 

Dengan demikian permintaan terhadap narkoba semakin berkurang yang pada akhirnya akan membuat bandar narkoba gulung tikar. 

"Penjara dampaknya lebih buruk karena jumlah pengguna narkoba tidak turun melainkan akan naik terus. Lapas jadi tempat berkumpul pengguna. Permintaannya di situ dan  suplaynya akan terus ke sana. Bahkan ada yang nakal bikin pabrik di sana. Ini nyata dan disadari. Kalau permintaannya berkurang, bandar akan bingung. Ini akan mengurangi pasokan narkoba itu sendiri," jelasnya. 

Menurut Anang, setiap masyarakat memiliki hak untuk sehat. Termasuk para penyalahguna yang dikategorikan sedang sakit. 

"Para penyalah guna adalah orang sakit yang tidak merasa sakit. Kalau mereka melapor tidak akan dituntut pidana, tapi jika tidak melapor, akan dipaksa melaporkan. Ini salah satu cara selesaikan masalah. Dengan mengubah paradigma. Dimana para pecandu tidak lagi bermuara di penjara tapi di tempat rehabilitasi," katanya. [www.suarapembaruan.com]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar