10 Januari 2015

Mabuk Ciu Dan Wong Solo


      Duduk-duduk mendengarkan musik yang diputar keras-keras sungguh asyik rasanya, bisa menghilangkan stres. Dentaman ketukan gendang yang terdengar keras seolah-olah memukul-mukul hatiku mengenyahkan segala stres di hati. 
Biar saja hanya ada beberapa perempuan dalam hitungan jari yang ikut nonton. Toh menikmati musik bersifat sangat universal. Kenapa sih hanya laki-laki saja yang pantas menikmatinya? Apa karena di situ ada suguhan minuman kerasnya yang tak pantas dilihat sama perempuan? Biar saja kan? Suka-suka.
Nonton pertunjukan dangdut berbaur dengan banyak laki-laki sesekali tercium bau minuman keras dan hembusan asap rokok, tak masalah bagiku.
 
       Saat catatan ini dibuat masih terdengar musik itu yang semakin malam semakin hot saja. Aku yakin penonton perempuan sudah tak ada lagi. Semua didominasi laki-laki. 

       Secara kebetulan acara itu berlangsung tepat di depan rumahku. Ada acara midodareni tadi di tetangga depan rumah. Seperti biasanya sudah menjadi budaya wong Solo, kalau ada hajatan biasanya ada acara "minum-minum" di malam hari. Yang diminum adalah ciu, minuman keras khas Solo.  
 
          Ciu adalah minuman keras khas Solo yang berasal dari Bekonang, Sukoharjo, Jawa Tengah. Ciu berbeda dengan arak meskipun mempunyai cara fermentasi yang hampir sama. Ciu berbahan dasar tetes tebu, sedangkan arak berbahan dasar beragam sari buah yang difermentasikan. Industri ciu di Bekonang dan budaya mabuk wong Solo sudah terjadi sejak lama sejak jaman kerajaan.

       Kegiatan pesta miras sudah ada sejak jaman kerajaan, bahkan di Kerajaan Majapahit, minuman keras menjadi bagian dari perjamuan agung keraton.
Dahulu, pada saat keraton mengadakan acara penyambutan tamu kerajaan atau pesta panen raya, maka diadakan pesta dan tarian tradisional seperti tayub. Pada dasarnya tayub tak bisa dilepaskan dari kultur masyarakat petani yang dalam ketidakpastiannya menimbulkan kepercayaan untuk memuja "dewi kesuburan". Hal inilah yang memunculkan "tari kesuburan" yang bernama tayub. Tayub erat hubungannya dengan seks dan miras.

        Ciu produksi Bekonang ini di tahun 1961 - 1964 ada peningkatan kadar alkohol ciu yaitu dari 27% menjadi 37% dengan peralatan yang masih sangat sederhana. Saat ini kadar alkohol pada ciu mencapai 40%. Tak salah bila minuman ini dapat menyebabkan peminumnya mabuk dan "ngomyang" (mengigau).

        Kemunculan ciu Bekonang berkaitan erat dengan berdirinya pabrik gula Tasik Madu di Karang Anyar Solo yang kala itu merupakan aset penting Pura Mangkunegaran Solo. Dari pemrosesan tetes tebu sedemikian rupa terciptalah air memabukkan khas Bekonang yang disebut ciu. 




        Minuman ciu ini dianggap dan disepakati keharamannya karena kandungan alkoholnya yang tidak sedikit.

        Ini adalah resep membuat ciu: cairan berisi campuran gula kelapa dan tape singkong dilarutkan di dalam panci yang dibakar di atas perapian. Panci ditutup, kemudian tutup panci dihubungkan dengan pipa bambu lantas disalurkan melewati air dingin. Di ujung pipa ditempatkan gelas kaca besar berukuran 2-3 liter untuk menampung air hasil sulingannya.

       Pada saat ini ciu mempunyai berbagai rasa tergantung dengan campurannya. Ada beberapa istilah, yaitu: cisprite (ciu + sprite), cicola (ciu + coca cola), ciut (ciu + nutrisari), cias (ciu + wedang asam), ciu tiga dimensi (ciu + bir + kratingdaeng), ciu empat dimensi (ciu + bir + kratingdaeng + sprite) dan kidungan (ciu + air rendaman tanduk kijang). Yang terakhir ini diyakini sebagai obat kuat.

       Harga ciu sangat murah. Dengan bermodal lima ribu saja sudah dapat menikmati "flying on the sky". Meskipun ciu sering dikonotasikan sebagai minuman para preman dan para pekerja kelas rendahan, jika dilihat dari sejarahnya sebenarnya justru berasal dari sebuah budaya menyimpang keraton yang dipengaruhi oleh bujukan para penjajah Belanda.

      Meskipun peredaran ciu sudah dilarang, namun masyarakat tetap mengkonsumsinya secara diam-diam. Saat ini pengendalian miras hanya diatur dalam Keputusan Presiden no. 3 Tahun 1997. Dalam Keppres ini digolongkan menjadi 3 bagian, yaitu: A dengan kandungan alkohol: 0-5%, B dengan kandungan alkohol: 5-20% dan C dengan kandungan alkohol: 20-55%. Sementara UU tentang Miras belum disahkan. (http://catatanpunyarose.blogspot.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar