15 Agustus 2015

Awas Miras Lokal Berethanol

 Dentuman musik keras membuat asyik bergoyang. Di lantai dansa ini, orang dari berbagai kalangan tumpah ruah. Mereka datang dengan berbagai alasan. Ada yang buang stres, melepas kepenatan, atau sekadar hang out bersama kerabat.

Namun, tak semuanya bergoyang mengikuti musik. Di pojok lain sebagian orang memilih duduk sambil menikmati sajian minuman yang dihidangkan bartender.

Godaan minuman alkohol menyapa semua pengunjung. Beragam minuman alkohol impor disediakan. Pilihan tentu ada pada pengunjung. Mau melewatkan malam sambil menenggak miras atau yang non-alkohol.

Tapi, tunggu dulu mempunyai hasrat menenggak "air api" ini tak selalu harus merogoh kocek dalam-dalam di klub malam. Coba lihat apa yang dilakukan para pemuda.

Bukan minuman alkohol mahal yang dicari, tapi ciu. Minuman keras kelas lokal yang cukup terkenal di Pulau Jawa ini yang jadi pilihannya. Selain kadar alkohol yang tak kalah dahsyat dengan minuman bermerek asal mancanegara, harganya juga berlipat kali lebih murah.

Ternyata lumayan gampang mendapatkan minuman ini. Sebuah tempat yang tak terlihat seperti warung ternyata diam-diam menjual miras jenis ciu.

Air api sudah dalam genggaman, lanjut dengan pesta miras. Supaya rasa lebih nikmat, ciu dioplos dengan minuman lain. Sepintas mirip air putih. Jangan terkecoh kadar alkohol minuman ini sangat tinggi.

Ditemani cemilan seadanya gelas demi gelas miras mereka sesap. Semakin banyak menenggak kesadaran pelan-pelan hilang.

Tapi sadar atau tidak menenggak minuman keras abal-abal dengan racikan tak jelas seperti ini, sama saja dengan bercanda dengan maut. Di awal tahun saja tercatat sudah banyak kasus keracunan miras yang tak jarang berujung pada kematian.

Seperti yang menimpa empat pemuda di Tasikmalaya, Jawa Barat. Tragis. Akibat menenggak miras abal-abal yang dioplos dengan minuman energi mereka sempat pingsan sebelum akhirnya harus kehilangan nyawa. Satu dari kelompok pemuda ini masih bisa diselamatkan.

Prihatin dengan berbahayanya miras racikan lokalan, tim Sigi mencoba cari tahu lebih banyak seluk beluk minuman keras abal-abal ini. Salah satunya dengan menyambangi sentra pembuatan ciu di salah satu kota kecil di Jawa Tengah.

Ada satu desa yang cukup kesohor sebagai salah satu sentra pembuatan ciu. Aroma ciu yang menyengat menyerbu indera penciuman. Saat masuk desa ini, informasi yang didapat dari sejumlah informan menyebutkan sebagian rumah di sini memang memproduksi ciu. Tak ada yang janggal, tapi tetap waspada karena ada kabar keberadaan orang asing di desa akan dicurigai.

Agar tak dicurigai, pura-pura ingin membeli ciu. Lumayan aneh kedatangan disambut ramah. Tanpa ragu sang pembuat sekaligus penjual ini menyodorkan segelas ciu untuk dicoba. Permintaan membeli beberapa jeriken ciu pun langsung dipenuhi.

Bisnis "air api" ini bisa lancar ternyata karena setoran ke aparat jadi menu rutin bulanan. Modal bekingan aparat tak cukup karena bagi pembeli alias agen membawa ciu keluar dari daerah ini tetap tak aman. Salah satu agen ciu yang dijumpai bahkan mengaku untuk membawa keluar ciu dari desa ini selalu kucing-kucingan dengan aparat.

Penelusuran bergeser ke lokasi lain untuk mencari produsen ciu lain untuk menjelaskan proses pembuatan minuman keras yang sudah diproduksi turun temurun ini. Tetes tebu ternyata yang jadi cikal bakal ciu. Tempat penyimpanannya sangat tidak higienis.

Tetes tebu kemudian ditampung dalam drum-drum ukuran besar hingga buih-buihnya hilang. Proses selanjutnya dimasak. Tetes tebu yang dimasak menghasilkan uap yang kemudian ditampung. Uap inilah yang menjadi minuman ciu dan mengandung alkohol sangat tinggi.

Sang produsen ciu diminta untuk mengukur kadar alkohol dengan alat tes sederhana. Hasilnya cukup fantastis. Alat ukur menunjukkan ciu segar ini mengandung alkohol hampir 60 persen.

Ciu yang baru saja disuling coba dites di laboratorium UGM. Saking tingginya kadar alkohol, ciu segar ini sangat mudah terbakar layaknya bensin. Sungguh mengerikan membayangkan seperti apa dampaknya bila minuman seperti ini dikonsumsi terus menerus.

Tapi lagi-lagi sekeras dan seberbahaya apapun ciu, bisnis miras ini masih tetap subur dan diminati karena keuntungannya juga cukup menggiurkan.

Keseriusan aparat memberangus peredaran ciu diuji. Belum lama ini petugas menggagalkan peredarannya setelah menghentikan mobil yang membawa ciu keluar dari desa penghasil ciu. Barang bukti yang didapat cukup banyak.

Ironisnya, mobil pengangkut ciu ini ternyata milik salah seorang anggota Dewan di daerah. Mungkin saja ia ingin ikut mereguk manisnya bisnis minuman haram ini. Penangkapan ini kemudian disusul penggerebekan-penggerebekan di tempat penyimpanan ciu lainnya yang terendus aparat.

Bisnis ciu mungkin mendatangkan keuntungan bagi segelintir orang. Tapi, tak semua diuntungkan. Selain membahayakan kesehatan yang dirugikan justru masyarakat sekitar desa penghasil ciu.

Contohnya, puluhan hektare sawah tercemar limbah dari industri ciu rumahan. Tak hanya gagal panen, petani juga dirugikan karena terpaksa gagal tanam akibat lahan tercemar limbah ciu. Padahal, sawah ini adalah satu-satunya mata pencaharian bagi mereka.

Tapi yang paling penting adalah dampak buruk ciu bagi tubuh. Beberapa tahap pengujian dilakukan dan hasilnya terbukti ciu mengandung kadar ethanol sangat tinggi.

Ethanol atau etil alkohol sebenarnya lumrah digunakan dalam pengolahan makanan dan minuman, namun dalam kadar yang rendah. Masalah muncul bila ethanol dikonsumsi terlalu sering dan dalam dosis tinggi. Dampaknya bagi tubuh pun tidak main-main, sangat mengerikan dan berisiko besar terhadap kesehatan.
sumber: Liputan6.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar