Badan Legislasi (Baleg) DPR RI kini tengah merampungkan draft RUU Pengendalian Minuman Beralkohol (Minol). Tetapi dari draft tersebut kemungkinan akan adanya penghilangan pasal dengan alasan investasi dan industri.
Menurut Wakil Ketua Baleg, Firman Soebagyo, pembahasan RUU tentang Pengendalian Minuman Beralkohol (Minol) untuk mempertahakankan minat investasi dan keberlangsungan industri.
"Penyesuaian ini dilakukan seiring dengan adanya paket kebijakan ekonomi dan deregulasi yang dikeluarkan oleh Presiden Joko Widodo, beberapa waktu lalu," papar politisi Golkar itu, di Senayan, kemarin
Kata Firman, aturan terkait perdagangan minuman beralkohol menjadi salah satu aturan di sektor perdagangan yang masuk dalam paket deregulasi. Dalam hal ini, DPR harus melakukan penyesuaian sehingga UU yang disusun tidak bertentangan dengan kebijakan ekonomi pemerintah.
"Yang jelas kami akan lakukan penyesuaian, karena regulasi itu harus dinamis. Jangan sampai ini memperburuk iklim investasi dan mematikan industri minuman di Tanah Air. Tidak bisa memaksakan larangan sepenuhnya," kata Firman.
Asal tahu saja, draf RUU tersebut menyatakan, minuman alkohol yang dilarang adalah golongan A yang merupakan minuman beralkohol dengan kadar etanol lebih dari 1% hingga 5%, golongan B dengan kadar melebihi 5% hingga 20%, golongan C dengan kadar lebih dari 20% hingga 55%, minuman beralkohol tradisional dengan berbagai jenis nama, serta minuman beralkohol racikan.
Pasal 8 ayat 1 draf RUU tersebut menyatakan bahwa diatur pengecualian penggunaan minuman alkohol untuk kepentingan terbatas. Adapun kategori kepentingan terbatas akan diatur dalam peraturan pemerintah.
Kata Firman, draf tersebut sangat merugikan industri. Selain itu, adanya regulasi yang melarang penuh produksi dan peredaran minuman beralkohol, menimbulkan ketidakpastian hukum yang pada akhirnya mengganggu iklim investasi.
Kata Firman, draf tersebut sangat merugikan industri. Selain itu, adanya regulasi yang melarang penuh produksi dan peredaran minuman beralkohol, menimbulkan ketidakpastian hukum yang pada akhirnya mengganggu iklim investasi.
"Investor akan ragu, dan risikonya akan ada krisis investasi karena ketidakpastian itu. Nanti akan bahas lebih lanjut bersama pemerintah," tandas Firman. (PARE POS )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar