18 Mei 2014

Hak Rehabilitasi dan Dekriminalisasi Pengguna Napza, Masih Menjadi Tanda Tanya

Hak Rehabilitasi dan dekriminalisasi Pengguna Napza (Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif) masih menjadi tanda tanya. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang Republik Indonesia nomor: 35 tahun 2009 tentang narkotika, khususnya Pasal 54 yang menyatakan; Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, didukung oleh terbitnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor: 25 Tahun 2011; Tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika dan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1305 tahun 2011; tentang penetapan Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL), serta No. 2171 tahun 2011 tentang; Tata Cara Wajib Lapor Pecandu Narkotika, sudah seharusnya jumlah kasus warga binaan kasus Narkotika Pengguna di Lapas menurun, tapi pada kenyataannya menurut data dari Sistem Database Pemasyarakatan pada bulan Mei 2012, warga binaan kasus Narkotika Pengguna masih berada di angka 24,237 orang dari total penghuni Lapas Pidana Khusus sebesar 55,305 orang, masih menjadi penyumbang angka tertinggi kedua setelah warga binaan kasus Narkotika Bandar yang sebanyak 27,282 orang. Angka ini memang mengalami penurunan dari data bulan April 2012 yakni sebesar 24,579 orang warga binaan kasus Narkotika Pengguna tetapi masih lebih tinggi dari dari data bulan Februari 2012 yaitu sebesar 22,532 orang warga binaan kasus Narkotika Pengguna (sumber: http://smslap.ditjenpas.go.id). Jadi bisa disimpulkan, pelaksanaan vonis rehabilitasi untuk korban penyalahgunaan napza belum dilaksanakan dengan maksimal.
Sedangkan menurut data Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku yang merupakan kerjasama Kementerian Kesehatan RI, Kementerian Hukum dan HAM, KPA Nasional, GFATM, USAID, World Bank, dan CHAI, yang dirilis pada lembar fakta tentang Narapidana tahun 2011, Narapidana yang pernah menggunakan Narkoba suntik sebesar 6,4%, tertinggi di kota Jakarta (13,28%) dan Denpasar (8,1%), sedangkan yang  terendah di Kota Semarang (2,8%). Satu dari lima (17,2%) Narapidana yang menggunakan Narkoba suntik pertama kali  menggunakannya  di  dalam  penjara  dan  sepertiga  dari mereka menyatakan masih terus menyuntik di dalam penjara.
Masih dari data STBP 2011, dalam  3  bulan  terakhir  mayoritas  narapidana  masih menggunakan  Narkoba  suntik  (92,5%),  yang menyuntik  dengan menggunakan  jarum  bekas  digunakan  orang  lain sebelumnya (66,7 %). Ini menunjukan kerentanan akan terjadinya penularan penyakit akibat penggunaan alat suntik bergantian yang tidak steril di dalam lapas dan terbukti mengkriminalisasi npengguna Napza bukanlah sebuah solusi yang baik.
Dengan adanya data yang tersebut di atas kami atas nama Persaudaraan Korban Napza Indonesia (PKNI) yang merupakan jaringan nasional untuk korban napza di Indonesia dan mempunyai visi: “Korban napza yang berdaya bersama dengan anggota masyarakat lainnya mewujudkan keadilan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia” bertepatan dengan Hari Anti Narkoba Internasional tanggal 26 Juni 2012 ini menuntut pemerintah untuk;
  1. Mendukung Kebijakan Napza yang humanis, serta berkomitmen dalam Penanganan Kasus Narkotika Pengguna, yaitu menyediakan Layanan Rehabilitasi Medis dan Sosial yang layak.
  2. IPWL (Institusi Wajib Lapor) sesuai Keputusan Menteri Kesehatan dan Keputusan Menteri Sosial harus dapat segera dilakukan untuk menerima pecandu yang akan melaporkan diri, dalam hal ini institusi yang ditunjuk harus siap baik dari segi sumber daya manusia yang menjalaninya, maupun instrumen kebijakan seperti surat keputusan.
  3. Pemerintah agar lebih serius dalam menjalani vonis rehabilitasi untuk korban penyalahgunaan Napza yang tersangkut masalah hukum, serta melakukan langkah-langkah konkrit dalam mendukung dekriminalisasi pengguna Napza.(http://www.pkni.org)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar